Job-order costing merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung biaya produk atau jasa. Dengan metode ini, seluruh biaya terkait produk atau jasa diakumulasikan dan dilekatkan (assigned) berdasarkan pekerjaan (job). Oleh karena itu, job-order costing umumnya cocok digunakan untuk usahayang menghasilkan produk atau jasa yang berbeda antara satu dengan yang lain atau yang dilakukan berdasarkan pesanan, sebagai contoh usaha pembuatan alat musik kustom, usaha bengkel modifikasi kendaraan, dan lain sebagainya.
Tulisan ini akan menyajikan contoh penerapan job-order costing untuk menentukan biaya produk yang dihasilkan. Kita juga akan menggunakan pendekatan normal costing dalam penentuan biaya produksi agar informasi biaya produksi dapat tersedia secara tepat waktu.
Asumsikan Anda adalah seorang pengusaha pembuatan gitar kustom handmade berdasarkan pesanan pelanggan. Proses pembuatan gitar kustom terdiri dari dua tahap yakni tahap perakitan dan tahap finishing yang masing-masing dikerjakan oleh dua divisi yaitu divisi perakitan dan divisi finishing secara sekuensial. Di awal Januari 2022, Anda memperoleh tiga pesanan gitar kustom dengan estimasi penyelesaian selama 2-3 bulan.
Mengingat Anda menerapkan normal costing, Anda menyusun estimasi biaya overhead tahunan berdasarkan jumlah jam tenaga kerja langsung karena pengerjaan dilakukan secara handmade. Data penentuan estimasi overhead disajikan di dalam Tabel 1 berikut.
No | Komponen | Nilai |
1. | Estimasi Overhead Setahun | Rp100 juta |
2. | Estimasi Jumlah Jam Tenaga Kerja Setahun | 1.000 jam |
3. | Tingkat Estimasi Overhead (1 / 2) | Rp100 ribu per jam tenaga kerja langsung |
Penghitungan Biaya Produksi dengan Job-Order Costing (Divisi Perakitan)
Selama bulan Januari 2022 (bulan pertama) pengerjaan pesanan dilakukan sepenuhnya oleh divisi perakitan. Data biaya-biaya produksi yang terjadi pada divisi perakitan ditunjukkan dalam Tabel 2 berikut.
No | Komponen | Pesanan 1 | Pesanan 2 | Pesanan 3 | Sumber |
1. | Biaya Material Langsung | Rp40 juta | Rp30 juta | Rp20 juta | Form Pengeluaran Material |
2. | Jam tenaga kerja langsung Aktual | 20 jam | 20 jam | 15 jam | Time Ticket |
3. | Ongkos Tenaga Kerja Langsung per Jam | Rp500 ribu | Rp500 ribu | Rp500 ribu | Slip Upah |
Dengan menggunakan data pada Tabel 1 dan Tabel 2, kita dapat menghitung biaya produksi dengan menggunakan job-order costing. Hasil penghitungan biaya produksi di divisi perakitan untuk ketiga pesanan adalah sebagai berikut.
No | Komponen | Pesanan 1 | Pesanan 2 | Pesanan 3 | Sumber |
1. | Biaya Material Langsung | Rp40 juta | Rp30 juta | Rp20 juta | Form Pengeluaran Material |
2. | Biaya Tenaga Kerja Langsung | Rp10 juta | Rp10 juta | Rp7,5 juta | Jam Tenaga Kerja Langsung Aktual x Ongkos Tenaga Kerja Langsung per Jam |
3. | Applied Overhead | Rp2 juta | Rp2 juta | Rp1,5 juta | Tingkat Estimasi Overhead x Jam Tenaga Kerja Langsung Aktual |
Total Biaya Produksi (1+2+3) | Rp52 juta | Rp42 juta | Rp29 juta |
Mengingat produk yang dihasilkan dari divisi perakitan bukan merupakan produk akhir, maka total biaya produksi di divisi perakitan seluruhnya dicatat sebagai biaya persediaan barang dalam proses (work in progress) per akhir Januari 2022.
Penghitungan Biaya Produksi dengan Job-Order Costing (Divisi Finishing)
Selama bulan Februari 2022 (bulan kedua) pengerjaan pesanan dilakukan sepenuhnya oleh divisi finishing atas produk yang dihasilkan oleh divisi perakitan. Data biaya-biaya produksi yang terjadi pada divisi finishing ditunjukkan dalam Tabel 2 berikut.
No | Komponen | Pesanan 1 | Pesanan 2 | Pesanan 3 | Sumber |
1. | Biaya Material Langsung | Rp5 juta | Rp4 juta | Rp3 juta | Form Pengeluaran Material |
2. | Jam tenaga kerja langsung Aktual | 30 jam | 20 jam | 10 jam | Time Ticket |
3. | Ongkos Tenaga Kerja Langsung per Jam | Rp500 ribu | Rp500 ribu | Rp500 ribu | Slip Upah |
Dengan menggunakan data pada Tabel 1 dan Tabel 3, kita dapat menghitung biaya produksi dengan menggunakan job-order costing. Hasil penghitungan biaya produksi di divisi finishing untuk ketiga pesanan adalah sebagai berikut.
No | Komponen | Pesanan 1 | Pesanan 2 | Pesanan 3 | Sumber |
1. | Biaya Produksi dari Divisi Perakitan | Rp52 Juta | Rp42 Juta | Rp29 Juta | Biaya Produksi Divisi Perakitan |
2. | Biaya Material Langsung | Rp5 juta | Rp4 juta | Rp3 juta | Form Pengeluaran Material |
3. | Biaya Tenaga Kerja Langsung | Rp15 juta | Rp10 juta | Rp5 juta | Jam Tenaga Kerja Langsung Aktual x Ongkos Tenaga Kerja Langsung per Jam |
4. | Applied Overhead | Rp3 juta | Rp2 juta | Rp1 juta | Tingkat Estimasi Overhead x Jam Tenaga Kerja Langsung Aktual |
Total Biaya Produksi (1+2+3) | Rp75 juta | Rp58 juta | Rp38 juta |
Apabila diasumsikan bahwa pada akhir bulan Februari 2022 Pesanan 1 telah selesai dan terjual, Pesanan 2 telah selesai namun belum terjual ke pembeli, dan Pesanan 3 masih membutuhkan finishing lebih lanjut (belum selesai), pengakuan biaya produksi untuk masing-masing pesanan adalah sebagai berikut.
- Pesanan 1 senilai Rp75 juta diakui sebagai harga pokok penjualan (COGS);
- Pesanan 2 senilai Rp58 juta diakui sebagai persediaan barang jadi (finished goods); dan
- Pesanan 3 senilai Rp38 juta diakui sebagai persediaan barang dalam proses (work in progress).
Referensi:
Mowen, Maryanne M., Don R. Hansen, dan Dan L. Heitger. (2014). Cornerstones of Managerial Accounting 5th Edition. South-Western Cengage Learning.
Tinggalkan Balasan