, , ,

Perseroan Perorangan Menurut Ketentuan Perpajakan

Avatar Riki Asp

Mengingat Perseroan Perorangan merupakan bentuk badan hukum yang baru dan tidak secara eksplisit dan spesifik disebutkan di dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, maka pemahaman atas kedudukan Perseroan Perorangan menurut ketentuan perpajakan dapat dilakukan dengan mengaitkan karakteristik dan sifat Perseroan Perorangan dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku yang meliputi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), dan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan PPnBM). Dengan demikian, diharapkan dapat diperoleh pemahaman mengenai bagaimana kedudukan Perseroan Perorangan di dalam UU Perpajakan dan hak dan kewajiban perpajakan apa saja yang melekat pada Perseroan Perorangan. Untuk tujuan tersebut, tulisan ini akan membahas kedudukan Perseroan Perorangan sebagai Subjek Pajak, pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) bagi Perseroan Perorangan, dan kewajiban perpajakan Perseroan Perorangan.

Perseroan Perorangan sebagai Subjek Pajak

Pasal 2 UU PPh menyebutkan bahwa Subjek Pajak meliputi 1) orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; 2) badan; dan 3) bentuk usaha tetap (BUT). Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah apabila Perseroan Perorangan merupakan Subjek Pajak, apakah Perseroan Perorangan masuk ke dalam kategori Subjek Pajak orang pribadi atau Subjek pajak badan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipahami kembali definisi badan menurut ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pasal 1 UU KUP mendefinisikan badan sebagai sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Berdasarkan definisi tersebut, beberapa pihak berpendapat bahwa Perseroan Perorangan tidak memenuhi kriteria sebagai sekumpulan orang dan/atau modal mengingat pendiri sekaligus pemegang saham hanya terdiri dari 1 (satu) orang. Berdasarkan pemikiran tersebut, mereka menganggap Perseroan Perorangan seharusnya masuk ke dalam kategori Subjek Pajak orang pribadi dan bukan Subjek Pajak badan.

Meskipun demikian, sifat dan karakteristik yang melekat pada Perseroan Perorangan perlu dipahami secara mendalam agar dapat diperoleh kaitannya dengan definisi badan menurut UU KUP karena UU KUP tidak secara eksplisit memasukkan Perseroan Perorangan ke dalam definisi badan. Pertama, Perseroan Perorangan secara legal bukan termasuk ke dalam kategori orang pribadi (naturrlijk persoon) tetapi merupakan badan hukum (rechts persoon). Hal ini sesuai dengan ketentuan di dalam UU Cipta Kerja dan aturan turunannya yang menjelaskan bahwa Perseroan Perorangan merupakan badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria UMK. Kedua, definisi Perseroan Terbatas di dalam UU Cipta Kerja juga mencakup Perseroan Perorangan sehingga apabila Perseroan Terbatas merupakan Subjek Pajak badan menurut UU KUP maka sudah seharusnya Perseroan Perorangan juga masuk ke dalam kategori Subjek Pajak badan. Ketiga, apabila kriteria sekumpulan orang dan/atau modal dipahami secara tekstual sebagai kepemilikan modal dan/atau saham oleh lebih dari 1 (satu) pihak, maka badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, dan perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai Undang-Undang tentang Pasar Modal tidak dapat lagi diklasifikasikan sebagai Subjek Pajak badan mengingat UU Cipta Kerja memungkinkan pendirian perseroan tersebut oleh 1 (satu) pihak. Terakhir, modal pendirian Perseroan Perorangan berasal dari kekayaan pendiri yang dipisahkan (baik modal sendiri atau modal pinjaman) sehingga pendiri atau pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar modal yang mereka setorkan dan tidak bertanggung jawab secara pribadi (tanggung renteng) atas perikatan yang dilakukan atau kerugian yang diperoleh Perseroan Perorangan. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka Perseroan Perorangan seharusnya dikelompokkan ke dalam Subjek Pajak badan.

Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP bagi Perseroan Perorangan

Pemenuhan kriteria sebagai Subjek Pajak badan menunjukkan bahwa Perseroan Perorangan telah memenuhi persyaratan subjektif menurut ketentuan perpajakan. Apabila Perseroan Perorangan menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak, dapat dikatakan bahwa Perseroan Perorangan juga telah memenuhi persyaratan objektif. Ketika Perseroan Perorangan selaku Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan subjektif dan persyaratan objektif, timbul kewajiban bagi Perseroan Perorangan untuk mendaftarkan diri dalam rangka memperoleh NPWP.

NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Selain itu, NPWP juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Pelanggaran atas kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP akan mengakibatkan Perseroan Perorangan dikenai sanksi sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

Kewajiban Perseroan Perorangan untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat pendirian. Pendaftaran dapat dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak dan melampirkan dokumen pendukung berupa dokumen pendirian Perseroan Perorangan dan dokumen yang menunjukkan identitas diri seluruh pengurus.

Perseroan Perorangan juga diwajibkan untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP apabila Perseroan Perorangan selaku Pengusaha selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) sesuai UU PPN dan PPnBM dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp4,8 miliar. Pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp4,8 miliar dan dapat dilakukan secara elektronik dengan melampirkan dokumen pendukung yang menunjukkan pendirian, kegiatan usaha yang dilakukan, dan pengurus Perseroan Perorangan. Ketika persyaratan sebagai PKP tidak terpenuhi lagi, Perseroan Perorangan dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan PKP.

Apabila di kemudian hari terdapat perubahan data, Perseroan Perorangan dapat mengajukan permohonan perubahan data secara elektronik dengan melampirkan dokumen pendukung yang menunjukkan adanya perubahan data tersebut. Namun, apabila perubahan data tersebut mengakibatkan perubahan tempat terdaftar, misalnya perubahan tempat kedudukan pada wilayah kerja kantor pajak yang lain, Perseroan Perorangan dapat mengajukan permohonan pemindahan tempat terdaftar.

Perubahan status atau badan hukum dan pembubaran Perseroan Perorangan mengakibatkan tidak terpenuhinya kewajiban subjektif dan/atau objektif sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam hal terjadi kondisi demikian, Perseroan Perorangan dapat mengajukan permohonan penghapusan NPWP secara elektronik dengan melampirkan dokumen pendukung.

Kewajiban Perpajakan Perseroan Perorangan

Sistem perpajakan di Indonesia pada prinsipnya menganut self assessment system. Dalam sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Namun, dalam praktiknya penerapan sistem ini tidak dapat dilepaskan dengan sistem perpajakan lainnya seperti withholding assessment system dan official assessment system.

Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Perseroan Perorangan. Penghasilan meliputi seluruh tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan. Dalam hal peredaran bruto yang diterima atau diperoleh tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan kriteria lainnya terpenuhi, Perseroan Perorangan dapat memanfaatkan fasilitas pengenaan PPh dengan tarif final sebesar 0,5%. Selain berkewajiban untuk menghitung, membayar, dan melaporkan PPh yang harus dibayar sendiri, Perseroan Perorangan juga bertindak selaku pemotong dan/atau pemungut PPh atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh pihak lain.

Pengukuhan sebagai PKP berimplikasi pada timbulnya kewajiban bagi Perseroan Perorangan untuk membuat Faktur Pajak dan melakukan pemungutan PPN atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP. PPN yang telah dipungut kemudian disetorkan dan dilaporkan untuk setiap Masa Pajak.

Referensi:

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun q983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Tagged in :

Avatar Riki Asp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *