Studi Kasus Etika Bisnis: Pembatalan Dividen Interim PT Bank Mayapada Internasional Tbk. dan Revisi Nilai Dividen Interim PT Merck Tbk. Tahun 2018

Avatar Riki Asp

Kasus Pembatalan Dividen Interim PT Bank Mayapada Internasional Tbk.

Pada tanggal 13 November 2018, PT Bank Mayapada Internasional Tbk. (MAYA) mengumumkan rencana pembagian dividen interim Tahun Buku 2018 sebesar Rp223 miliar atau Rp35 per lembar saham. Pembagian dividen tersebut didasarkan pada Keputusan Rapat Direksi Perseroan yang telah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris pada tanggal 9 November 2018. Dalam pengumumannya, MAYA menginformasikan jadwal pembagian dividen sebagaimana tercantum dalam Tabel 1.

KeteranganTanggal
Cum Dividen di Pasar Reguler dan Negosiasi16 November 2018
Ex Dividen di Pasar Reguler dan Negosiasi19 November 2018
Recording Date Daftar Pemegang Saham yang Berhak atas Dividen22 November 2018
Cum Dividen di Pasar Tunai22 November 2018
Ex Dividen di Pasar Tunai23 November 2018
Pembayaran Dividen13 Desember 2018
Tabel 1. Jadwal Pembagian Dividen Interim MAYA 2018 (Sumber: Keterbukaan Informasi Publik MAYA)

Sebelumnya pada tanggal 22 Juni 2018, MAYA telah melakukan pembayaran dividen atas laba bersih tahun 2017 sebesar Rp273 miliar atau Rp50 per lembar saham berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). Statistik menunjukkan rencana pembagian dividen interim oleh MAYA merupakan yang pertama kali dilakukan oleh Perseroan setidaknya dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Dengan menggunakan harga saham MAYA pada tanggal pengumuman dividen sebesar Rp6.043 per lembar saham, maka dividend yield MAYA adalah sebesar 0,5%.

Pasar merespons positif rencana pembagian dividen interim Perseroan yang ditunjukkan oleh peningkatan harga dan volume perdagangan saham MAYA sebagaimana disajikan dalam Gambar 1. Sejak tanggal pengumuman dividen sampai dengan tanggal cum dividen, harga saham MAYA terus menguat hingga mencapai Rp6.790 per lembar saham pada tanggal 15 November 2018, meskipun sehari setelahnya turun menjadi Rp6.253 per lembar saham. Secara agregat, saham MAYA telah mengalami peningkatan sebesar 3,4%. Di sisi lain, volume perdagangan saham MAYA setelah pengumuman dividen juga ikut meningkat. Pada tanggal 14 November 2018, saham MAYA diperdagangkan sebanyak 29.053 lembar dan meskipun mengalami penurunan sehari setelahnya, jumlah saham yang diperdagangkan pada tanggal cum dividen meningkat hingga 35.463 lembar. Peningkatan transaksi perdagangan saham MAYA tersebut merupakan hal yang menarik mengingat sebelumnya saham MAYA sangat minim diperdagangkan sehingga dianggap banyak pihak sebagai saham yang tidak likuid.

rikiasp.id pergerakan harga saham MAYA
Gambar 1. Pergerakan Harga dan Volume Perdagangan Saham MAYA (Sumber: Diolah dari Yahoo Finance)

Sehari sebelum tanggal pembayaran dividen, atau tepatnya pada tanggal 12 Desember 2018, MAYA memutuskan untuk membatalkan pembayaran dividen interim. Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa, MAYA mengungkapkan pembatalan pembayaran dividen didasarkan pada Keputusan Rapat Direksi Perseroan dan Keputusan Dewan Komisaris pada tanggal 11 Desember 2018. Pembatalan pembagian dividen interim dilakukan untuk memperkuat struktur permodalan Perseroan dalam rangka mendukung ekspansi usaha pada periode usaha mendatang.

Meskipun mendapat protes keras dari banyak investor, Perseroan tetap mempertahankan keputusannya untuk membatalkan rencana pembagian dividen interim. Dalam Paparan Publik Insidental yang diselenggarakan pada tanggal 19 Desember 2018, Perseroan menjelaskan bahwa pembatalan dividen interim dilakukan agar Capital Adequacy Ratio (CAR) Perseroan terjaga sesuai concern dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mulai tahun depan, Perseroan juga akan meningkatkan nilai pencadangan secara bertahap sebagai langkah persiapan penerapan IFRS9 di tahun 2020.

Meskipun terdapat alasan yang kuat untuk membatalkan pembagian dividen interim, Perseroan harus menanggung kerugian dari keputusannya tersebut. Selain reputasi dan kredibilitas yang menurun di mata investor, Perseroan juga dikenai sanksi berupa Peringatan Tertulis II dan denda sebesar Rp100 juta dari Bursa sebagai akibat inkonsistensi keterbukaan informasi dan perencanaan yang tidak matang yang dilakukan oleh Perseroan.

Kasus Revisi Dividen Interim PT Merck Tbk.

Dalam keterbukaan informasi yang dirilis pada tanggal 4 Desember 2018, PT Merck Tbk. (MERK) menyampaikan telah melakukan penjualan segmen usaha Consumer Health Perseroan kepada PT Procter & Gamble Home Products Indonesia dengan nilai transaksi yang diterima sebesar Rp1,397 triliun, meningkat dari nilai yang telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) sebesar Rp1,384 triliun. Selain itu, Perseroan juga telah menyepakati penjualan aset kepada Procter & Gamble Internasional Operations Switzerland SA senilai Rp59 miliar.

Selanjutnya pada tanggal 10 Desember 2018, MERK mengumumkan rencana pembagian dividen interim yang didasarkan pada Keputusan Sirkuler Direksi Perseroan pada tanggal 6 Desember 2018 yang telah memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris. Dividen interim yang akan dibagikan mencapai Rp1,46 triliun atau sebesar Rp3.260 per lembar saham dengan jadwal pembagian dividen sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2.

KeteranganTanggal
Cum Dividen di Pasar Reguler dan Negosiasi14 Desember 2018
Ex Dividen di Pasar Reguler dan Negosiasi17 Desember 2018
Cum Dividen di Pasar Tunai18 Desember 2018
Ex Dividen di Pasar Tunai19 Desember 2018
Recording Date Daftar Pemegang Saham yang Berhak atas Dividen18 Desember 2018
Pembayaran Dividen28 Desember 2018
Tabel 2. Jadwal Pembagian Dividen Interim MERK (Sumber: Keterbukaan Informasi Publik MERK)

Mengingat harga saham MERK di awal perdagangan 10 Desember 2018 adalah sebesar Rp6.000 per lembar saham, nilai dividen yield MERK mencapai 54,3%. Jumlah dividen yield yang sangat tinggi mengerek harga dan volume perdagangan saham MERK sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2. Harga saham MERK mengalami peningkatan hingga 15,83% menjadi sebesar Rp7.500 per lembar saham pada penutupan perdagangan di tanggal 14 Desember 2018. Sementara itu, volume perdagangan saham MERK juga ikut meningkat dengan jumlah rata-rata saham yang ditransaksikan mencapai 4.804.200 lembar.

rikiasp.id pergerakan harga saham merk
Gambar 2. Pergerakan Harga dan Volume Perdagangan Saham MERK (Sumber: Diolah dari Yahoo Finance)

Namun, pada tanggal 14 Desember 2018 atau bersamaan dengan tanggal cum dividen interim, Perseroan mengumumkan revisi nilai dividen interim yang akan dibagikan. Berdasarkan Keputusan Sirkuler Direksi Perseroan pada tanggal 12 Desember 2018 yang telah disetujui Dewan Komisaris pada tanggal 13 Desember 2018, Perseroan memutuskan merevisi jumlah dividen interim yang akan dibagikan menjadi sebesar Rp1,149 triliun atau Rp2.565 per lembar saham. Selain itu, Perseroan juga mengubah jadwal pembagian dividen interim dengan jadwal baru sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.

KeteranganTanggal
Cum Dividen di Pasar Reguler dan Negosiasi20 Desember 2018
Ex Dividen di Pasar Reguler dan Negosiasi21 Desember 2018
Cum Dividen di Pasar Tunai26 Desember 2018
Ex Dividen di Pasar Tunai27 Desember 2018
Recording Date Daftar Pemegang Saham yang Berhak atas Dividen26 Desember 2018
Pembayaran Dividen28 Desember 2018
Tabel 3. Jadwal Revisi Pembagian Dividen Interim MERK 2018 (Sumber: Keterbukaan Informasi Publik MERK)

Sebagai akibat revisi jumlah dividen yang dibagikan, harga saham MERK sempat mengalami penurunan hingga 14% pada tanggal 17 Desember 2018. Namun, mengingat jumlah nilai revisi dividen yang masih tergolong besar, harga saham MERK berhasil kembali meningkat menjadi Rp7.300 per lembar saham pada tanggal cum dividen, 20 Desember 2018. Selain itu, meskipun lebih kecil dibandingkan dengan harga saham pada tanggal cum dividen awal, nilai dividen yield MERK pada tanggal 20 Desember 2018 masih tergolong tinggi mencapai 35,13%.

Dalam Paparan Publik Insidental yang dilakukan pada tanggal 19 Desember 2018, Perseroan menyampaikan bahwa rencana pembagian dividen interim telah dilakukan sesuai regulasi yang berlaku. Revisi nilai dividen interim dilakukan Perseroan setelah memperoleh masukan dari Bursa untuk menerapkan prinsip kehati-hatian (prudence) dalam pembagian dividen demi menjaga keberlangsungan usaha. Besaran dividen yang dibagikan seharusnya tidak lebih besar dari laba setelah pajak di tahun 2018 (in house) yang sebesar Rp1,202 triliun. Meskipun demikian, Perseroan menyatakan bahwa keputusan untuk merevisi nilai dividen sepenuhnya merupakan kewenangan Perseroan tanpa adanya intervensi dari Bursa.

Keputusan MERK untuk merevisi nilai dividen interim berpotensi dikenai sanksi administratif berupa denda sebagaimana dialami oleh MAYA. Namun, berdasarkan Laporan Tahunan MERK 2018, tidak terdapat sanksi yang dijatuhkan oleh Bursa kepada MERK.

Analisis dari Perspektif Etika Bisnis

Pembahasan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam menganalisis kasus pembagian dividen interim MAYA dan MERK dari perspektif etika bisnis. Analisis ditujukan untuk menguraikan kasus dalam berbagai dimensi yang relevan dengan konsep etika bisnis.

Dividen Interim

Dividen interim merupakan bentuk distribusi laba yang dilakukan oleh Perseroan sebelum laba tahun buku Perseroan ditetapkan dalam RUPS. Dengan demikian, dividen interim bersifat sementara sampai dengan RUPS menetapkannya secara final.

Pasal 72 Undang-Undang Perseroan Terbatas memperkenankan Perseroan untuk membagikan dividen interim sebelum tahun buku berakhir sepanjang diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan. Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris. Secara garis besar, dividen interim dapat dibagikan dalam hal:

  1. jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib; dan
  2. tidak mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan;

Apabila setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan. Apabila pemegang saham tidak mengembalikan dividen interim tersebut, direksi dan dewan komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan.

Bagi perusahaan publik, pengumuman pembagian dividen interim termasuk ke dalam kategori Informasi atau Fakta Material yang harus dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan diumumkan kepada masyarakat. Informasi atau Fakta Material sendiri didefinisikan sebagai informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa dan/atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.

Analisis dari Perspektif Hukum (Law)

Secara teoritis, konsep etika dapat dibedakan dari hukum. Etika merupakan suatu disiplin ilmu yang bertujuan untuk menilai suatu standar moral dan dampaknya terhadap pihak lain (Velasquez, 2014). Sementara itu, hukum didefinisikan sebagai bentuk peraturan yang mengikat untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat (KBBI, 2021). Meskipun etika memiliki dimensi yang lebih luas dibandingkan hukum, keduanya memiliki hubungan yang erat dalam tujuannya untuk menciptakan keteraturan dan keadilan dalam kehidupan.

Dalam konteks hukum, pembagian dividen interim oleh MAYA dan MERK pada dasarnya telah memenuhi ketentuan formal pembagian dividen interim berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Pembagian dividen interim dilakukan berdasarkan keputusan Direksi MAYA dan MERK dan telah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris. Selain itu, kewajiban penyampaian Informasi dan Fakta Material berupa pengumuman pembagian dividen interim telah dilakukan oleh MAYA dan MERK dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh regulasi, yaitu paling lambat pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terdapatnya Informasi atau Fakta Material.

Permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah keputusan pembatalan dividen oleh MAYA dan keputusan MERK untuk merevisi dividen merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal memberikan pengaturan sebagai berikut.

“Setiap pihak dilarang, dengan cara apa pun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di Bursa Efek apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan:

  1. Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau
  2. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.”

Dengan demikian, tindakan MAYA yang memilih untuk membatalkan pembagian dividen dan revisi nilai dividen oleh MERK dapat dianggap sebagai suatu bentuk pelanggaran pasar modal. Dalam kasus MAYA, pembatalan pembagian dividen interim menunjukkan Informasi atau Fakta Material awal yang disampaikan secara material tidak benar sebagai akibat kurangnya kehati-hatian mereka dalam mengukur kemampuan keuangan Perseroan apabila pembagian dividen interim pada akhirnya dilakukan. Hal yang sama juga berlaku bagi MERK mengingat revisi dividen dilakukan dengan pertimbangan agar keberlangsungan usaha Perseroan dapat terjaga.

Pelanggaran ketentuan dalam pasar modal yang dilakukan oleh MAYA dan MERK berpotensi menimbulkan pengenaan sanksi administratif oleh Bursa yang dapat berupa peringatan tertulis, denda setinggi-tingginya sebesar Rp500 juta, dan penghentian sementara perdagangan efek (suspensi). Perkembangan selanjutnya menunjukkan MAYA dikenai sanksi oleh Bursa berupa Peringatan Tertulis II dan denda sebesar Rp100 juta. Hal yang menjadi menarik adalah tidak adanya sanksi administratif yang dikenakan kepada MERK atas tindakannya merevisi dividen yang dibagikan. Dalam Laporan Tahunan 2018, MERK menyebutkan tidak ada (N/A) sanksi administratif yang dikenakan oleh otoritas bursa kepada mereka. Pihak otoritas juga tidak mengumumkan secara resmi adanya sanksi administratif yang dikenakan kepada MERK.

 Pada dasarnya, pelanggaran atas ketentuan pasar modal dapat diancam dengan pidana. Hanya saja untuk dapat ditindaklanjuti dengan ketentuan pidana, pelanggaran tersebut harus dianggap oleh Bursa sebagai pelanggaran yang mengakibatkan kerugian bagi kepentingan pasar modal dan/atau membahayakan kepentingan pemodal atau masyarakat. Melihat pendekatan yang digunakan Bursa dalam menindaklanjuti permasalahan ini, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh MAYA dan MERK bukan dianggap sebagai perbuatan pidana.

Analisis dari Perspektif Tata Kelola (Corporate Governance)

Secara teoritis, tata kelola perusahaan adalah suatu proses bagaimana perusahaan dikelola, dikendalikan, dan dimintai pertanggungjawaban. Sistem tata kelola perusahaan berkaitan dengan hak dan tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dan bagaimana menyelaraskan kepentingan masing-masing pemangku kepentingan dengan tujuan ekonomi perusahaan dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan (Bonn dan Fisher, 2005).

Dalam Laporan Tahunan 2018, prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik yang diadopsi oleh MAYA didasarkan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi, dan kewajaran. Hasil penilaian sendiri (self-assessment) atas tata kelola perusahaan menunjukkan Perseroan berada pada peringkat komposit 2 atau dikategorikan baik. Perseroan juga memiliki kode etik yang menjadi pedoman etika sebagai prinsip dan dasar dalam menjalin hubungan di antara insan Perseroan dengan para pemangku kepentingan dalam berbisnis yang salah satunya adalah bertindak profesional.

Pembatalan dividen interim yang dilakukan oleh MAYA dapat dianggap sebagai bentuk pelanggaran kode etik mereka dalam aspek bertindak profesional. Hal ini disebabkan keputusan untuk membagikan dividen pada awalnya tidak dilakukan secara hati-hati dan profesional dengan mempertimbangkan dampak pembagian dividen terhadap struktur modal Perseroan. Mengingat bisnis perbankan merupakan bisnis yang berbasis kepercayaan, kurangnya profesionalisme dapat menurunkan reputasi dan kepercayaan publik terhadap Perseroan dan berimplikasi pada kinerja Perseroan di masa mendatang.

Pengimplementasian tata kelola perusahaan yang baik juga berkaitan dengan bagaimana Perseroan mampu menerapkan sistem pengendalian internal dan manajemen risiko secara tepat. Dalam Laporan Tahunan 2018, MERK mengidentifikasi berbagai risiko yang rentan dan merumuskan langkah-langkah yang perlu diambil untuk meminimalkan dampaknya. Salah satu risiko yang teridentifikasi adalah risiko likuiditas yang dikelola melalui pemantauan terus menerus atas arus kas proyeksi dan aktual.

Meskipun risiko likuiditas telah diidentifikasi, keputusan MERK untuk membagikan dividen interim dalam jumlah besar justru menunjukkan pengelolaan risiko likuiditas yang dilakukan oleh MERK belum berjalan secara efektif. Ketidakefektifan pengelolaan risiko likuiditas berimplikasi pada keputusan MERK untuk merevisi jumlah dividen yang akan dibagikan. Revisi ini dilakukan setelah berkonsultasi dengan Bursa dengan mempertimbangkan keberlangsungan usaha Perseroan di masa depan mengingat nilai dividen awal yang akan dibagikan yang melebihi jumlah laba sebelum pajak (in house) 2018.

Analisis dari Perspektif Etika di dalam Pasar

Hipotesis pasar efisien (efficient market hyphotesis – EMH) mengasumsikan kondisi pasar merefleksikan seluruh informasi yang tersedia dalam pasar (Subramanyam, 2014). Dengan menggunakan pendekatan EMH, seluruh informasi yang tersedia dalam pasar telah tercermin dalam pergerakan harga saham di pasar modal. Pasar yang efisien berimplikasi pada tercapainya tiga nilai moral utama yaitu terciptanya penawaran dan permintaan efek secara adil, utilitas yang maksimal dalam bentuk alokasi sumber daya secara efisien, dan penghormatan terhadap hak penjual dan pembeli (Velasquez, 2014).

Dengan menggunakan pendekatan EMH, pengumuman pembagian dividen interim oleh MAYA dan MERK mengakibatkan pasar bereaksi sehingga kondisi di dalam pasar akan merefleksikan seluruh persepsi investor atas informasi yang tersedia. Mengingat dividen tersebut kemudian dibatalkan oleh MAYA dan direvisi oleh MERK, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi distorsi di dalam pasar karena pasar bereaksi atas informasi yang tidak benar. Meskipun pada akhirnya pasar akan selalu mencerminkan informasi baru yang tersedia, tindakan awal MAYA dan MERK dapat dianggap sebagai bentuk pelanggaran etika di dalam pasar karena mengakibatkan pasar tidak dapat berjalan secara efisien dan memenuhi tujuan moral mereka dalam menjamin keadilan, memaksimalkan utilitas, dan menghormati hak pelaku pasar.

Analisis dari Perspektif Utilitarianisme (Utilitarianism)

Velasquez (2014) menjelaskan utilitarianisme sebagai suatu pandangan yang menyatakan bahwa setiap tindakan atau kebijakan yang diambil seharusnya dievaluasi terlebih dahulu berdasarkan manfaat dan biaya yang dihasilkan. Tindakan atau kebijakan yang diambil haruslah memberikan utilitas bersih (net utility) yang paling maksimal dibandingkan opsi lainnya.

Dengan menggunakan pandangan utilitarianisme, keputusan MAYA untuk membatalkan pembagian dividen menjadi etis karena utilitas bersih yang dihasilkan akan jauh lebih besar dibandingkan apabila pembagian dividen tetap dilakukan. Dengan membatalkan pembagian dividen, keberlangsungan usaha dan ekspansi usaha MAYA di masa depan dapat tetap terjaga. Kemampuan perusahaan untuk terus bertahan dan mengembangkan bisnisnya akan memberikan dampak yang positif tidak hanya bagi para pemegang saham, tetapi juga bagi kreditor, pegawai, rekan usaha, dan pemerintah meskipun kondisi tersebut mengakibatkan MAYA harus menanggung sanksi dari Bursa dan penurunan reputasi di mata investor. Sebaliknya, apabila MAYA melanjutkan pembagian dividen sesuai skenario awal, reputasi MAYA di mata investor mungkin meningkat tetapi kondisi itu diperoleh dengan mengorbankan keberlangsungan usaha MAYA di masa depan.

Pendekatan yang sama dapat pula digunakan di dalam kasus MERK. Tindakannya untuk merevisi nilai dividen akan memberikan utilitas yang jauh lebih besar dibandingkan apabila dividen dibagikan sesuai jumlah awal. Tanpa melakukan revisi dividen, kepuasan yang diperoleh investor dari dividen dengan jumlah besar berimplikasi pada risiko keberlangsungan usaha MERK di masa depan mengingat laba in house 2018 mereka lebih rendah dibandingkan jumlah dividen yang akan dibagikan. Sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas, investor juga akan menghadapi risiko pengembalian dividen apabila laba final 2018 MERK lebih kecil dibandingkan dividen interim yang dibagikan. Pengurangan nilai dividen merupakan jalan tengah bagi MERK untuk dapat meningkatkan kepuasan pemegang saham sembari tetap menjaga keberlangsungan usaha Perseroan di masa depan. Oleh karena itu, menurut perspektif utilitarianisme, keputusan MERK untuk merevisi nilai dividen interim merupakan suatu tindakan yang etis.

Perlu dipahami bahwa pandangan utilitarianisme memiliki kelemahan dalam pengukuran dampak suatu tindakan yang bersifat kualitatif. Sebagaimana dalam kasus MAYA dan MERK, dampak kualitatif seperti penurunan reputasi dan kepercayaan merupakan dampak yang sulit untuk dikuantifikasi. Namun, dengan menggunakan pendekatan rule-utilitarianism, pembatalan dividen oleh MAYA dan revisi nilai dividen oleh MERK dapat dianggap telah sesuai dengan nilai moral karena berpijak pada perspektif stakeholders—bukan hanya stockholders.

Analisis dari Perspektif Hak dan Kewajiban

Pengumuman pembagian dividen interim yang dilakukan oleh MAYA dan MERK dapat dianggap sebagai suatu komitmen kontraktual. Komitmen kontraktual timbul dari hubungan antarpihak yang berimplikasi pada terciptanya hak dan kewajiban kontraktual yang secara etis harus dipenuhi oleh seluruh pihak.

Dengan menganggap pengumuman pembagian dividen interim sebagai suatu komitmen kontraktual, MAYA dan MERK memiliki kewajiban kontraktual untuk melaksanakan pembagian dividen dan timbul hak kontraktual bagi pemegang saham Perseroan untuk memperoleh dividen sesuai yang diumumkan. Keputusan MAYA untuk membatalkan dividen dan revisi nilai dividen oleh MERK dapat dianggap sebagai perbuatan tidak etis karena Perseroan tidak mampu memenuhi kewajiban kontraktualnya dan melanggar hak kontraktual pemegang saham Perseroan untuk menerima dividen dalam jumlah awal yang disepakati.

Analisis dari Perspektif Keadilan (Justice)

Secara teoritis, konsep keadilan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu keadilan distributif, keadilan retributif, dan keadilan kompensatif. Keadilan distributif menunjukkan adanya distribusi yang adil atas manfaat dan beban. Keadilan retributif berkaitan dengan penjatuhan hukuman dan penalti yang adil bagi pembuat kesalahan. Sementara itu, keadilan kompensatif mensyaratkan adanya kompensasi yang adil atas setiap cedera atau kerugian yang ditanggung seseorang karena kesalahan pihak lain (Velasquez, 2014).

Dari sisi keadilan distributif, memaksakan MAYA atau MERK untuk membayar dividen sesuai pengumuman awal dapat dipersepsikan sebagai bentuk pelanggaran atas keadilan distributif. Pembagian dividen seharusnya dilakukan dengan mempertimbangkan distribusi manfaat dan beban yang adil bagi seluruh pihak terkait. Pembagian dividen sesuai pengumuman awal akan menghasilkan manfaat bagi pemegang saham yang tidak sebanding dengan beban berupa risiko keberlangsungan usaha di masa depan yang harus ditanggung oleh MAYA dan MERK. Agar memenuhi kriteria keadilan distributif, dividen seharusnya hanya dibagikan ketika perusahaan memiliki kemampuan keuangan yang memadai tanpa harus menghadapi ancaman atas keberlangsungan usaha.

Pelanggaran pasar modal yang dilakukan oleh MAYA dan MERK dalam bentuk penyampaian informasi atau fakta material yang tidak benar, berdasarkan konsep keadilan retributif, seharusnya ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi bagi keduanya secara adil. Namun data yang diperoleh menunjukkan hanya MAYA yang dikenai sanksi administratif oleh Bursa. Sementara itu, Laporan Tahunan 2018 dan ketiadaan informasi resmi dari Bursa menunjukkan tidak ada sanksi yang dikenakan oleh Bursa kepada MERK. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konsep keadilan atributif belum terpenuhi.  

Konsep keadilan kompensatif juga tidak terpenuhi di dalam kasus MAYA dan MERK. Tidak ada kompensasi yang diberikan kepada pihak-pihak yang dirugikan akibat pembatalan dividen oleh MAYA dan revisi nilai dividen oleh MERK. Dari sudut pandang teori biaya kontrak sosial (social cost theory), baik MAYA dan MERK memiliki kewajiban untuk membayar segala kerugian yang timbul dari tindakannya. Tidak adanya kompensasi yang diterima oleh pihak-pihak yang dirugikan terutama disebabkan oleh ketiadaan regulasi yang mengatur mengenai pemberian kompensasi tersebut.

Analisis dari Perspektif Kant: Categorical Imperative

Menurut Kant, hak moral berangkat dari prinsip moral yang disebut categorical imperative yang mensyaratkan setiap orang diperlakukan sebagai manusia bebas sama seperti orang lainnya. Categorical imperative menurut Kant terdiri dari 2 (dua) formula. Formula pertama menyebutkan bahwa suatu tindakan secara moral benar bagi seseorang dalam situasi tertentu jika dan hanya jika alasan seseorang tersebut untuk melakukan tindakan tersebut adalah bahwa dia bersedia meminta setiap orang untuk bertindak, dalam situasi yang serupa. Sedangkan formula kedua menjelaskan bahwa suatu tindakan secara moral benar bagi seseorang jika dan hanya jika dalam melakukan tindakan tersebut, orang tersebut tidak menggunakan orang lain hanya sebagai sarana untuk memajukan kepentingannya sendiri, tetapi selalu (1) memperlakukan mereka sebagaimana mereka telah secara bebas dan rasional setuju untuk diperlakukan, dan (2) berkontribusi pada kemampuan mereka untuk mengejar apa yang mereka inginkan (Velasquez, 2014).

Keputusan MAYA untuk membatalkan dividen dan revisi nilai dividen oleh MERK memenuhi formula pertama categorical imperative Kant. Dalam formula pertama dibutuhkan 2 (dua) kriteria untuk menentukan kebenaran dan kesalahan yaitu universalitas dan reversibilitas. Dari sisi universalitas, terdapat kesepakatan bahwa keberlangsungan usaha perusahaan harus didahulukan daripada pembagian dividen. Sementara dari sisi reversibilitas, setiap pihak yang berada di posisi MAYA atau MERK dan diminta untuk memilih untuk membagikan dividen yang dapat mengancam keberlangsungan perusahaan atau membatalkan atau merevisi nilai dividen sehingga perusahaan dapat bertahan cenderung untuk memilih opsi yang kedua.

Meskipun memenuhi formula pertama, analisis kasus MAYA dan MERK sulit diterapkan dalam formula kedua. Kesulitan timbul karena penerapan formula kedua mensyaratkan adanya pembuktian apakah tindakan yang dilakukan oleh MAYA dan MERK hanya menjadi sarana untuk memajukan kepentingan mereka sendiri, misalnya ditujukan untuk menaikkan harga saham.

Analisis dari Perspektif Etika Kepedulian (Ethics of Care)

Etika kepedulian berangkat dari pemikiran bahwa seseorang membutuhkan hubungan yang saling peduli dengan pihak lain. Oleh karena itu, hubungan tersebut menjadi berharga dan harus dipupuk. Dengan demikian, etika kepedulian merupakan sebuah etika yang mensyaratkan adanya kepedulian atas hubungan yang konkret dengan orang-orang tertentu yang memiliki ketergantungan dan hubungan yang dekat dan berharga (Velasquez, 2014).

Pembatalan dividen oleh MAYA dan revisi nilai dividen oleh MERK dapat dianggap sebagai wujud pengimplementasian etika kepedulian. Tindakan tersebut terpaksa dilakukan untuk menjaga agar bisnis tetap bertahan dan berkembang. Menjaga bisnis tetap bertahan dan berkembang merupakan bentuk kepedulian MAYA dan MERK kepada investor terkait investasi mereka di Perseroan, pegawai sebagai tempat mereka bekerja, para rekanan bisnis, dan pemerintah dalam mendorong perekonomian.

Analisis dari Perspektif Teori Kehati-hatian (Due Care Theory)

Berdasarkan teori kehati-hatian, produsen dianggap menerapkan prinsip kehati-hatian yang memadai apabila mereka telah melakukan langkah-langkah yang cukup untuk mencegah dampak negatif yang diprediksi berdasarkan pengetahuan mereka (Velasquez, 2014). Tindakan yang tidak dilakukan dengan basis kehati-hatian dapat dipersepsikan sebagai suatu bentuk pelanggaran etika.

Kasus MAYA dan MERK menunjukkan bahwa Perseroan belum menerapkan prinsip kehati-hatian secara memadai ketika memutuskan untuk mengumumkan pembagian dividen interim. Baik MAYA maupun MERK belum mengukur secara seksama dampak pembagian dividen terhadap keberlangsungan usaha mereka di masa depan. Meskipun pada akhirnya keputusan untuk membagi dividen dibatalkan dan direvisi—dan beberapa pihak menganggapnya sebagai bentuk penerapan prinsip kehati-hatian, tindakan tersebut telah menghasilkan dampak negatif yang besar dibandingkan apabila Perseroan menerapkan prinsip kehati-hatian secara ketat di setiap awal proses pengambilan keputusan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis atas kasus pembatalan dividen oleh MAYA dan revisi nilai dividen oleh MERK dengan menggunakan berbagai pandangan dan teori di dalam etika bisnis, kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut.

  1. Keputusan MAYA untuk membatalkan dividen dan keputusan revisi nilai dividen oleh MERK dapat dianalisis dalam konteks penerapan etika bisnis untuk menilai apakah keputusan tersebut secara moral dapat dipersepsikan sebagai tindakan yang benar atau salah.
  2. Dengan berdasarkan pada alasan pembatalan dan revisi dividen adalah untuk menjaga keberlangsungan usaha di masa depan, keputusan yang diambil oleh MAYA dan MERK dapat dipersepsikan sebagai perbuatan yang benar karena menghasilkan utilitas bersih terbesar (utilitarianisme), menunjukkan pemenuhan atas konsep keadilan distributif, memenuhi prinsip universalitas dan reversibilitas berdasarkan categorical imperative Kant, dan sebagai wujud kepedulian (ethics of care) Perseroan terhadap seluruh pemangku kepentingan.
  3. Sementara itu, tindakan MAYA dan MERK juga dapat dipersepsikan sebagai perbuatan yang salah karena merupakan bentuk pelanggaran pasar modal, tidak memenuhi kaidah penerapan tata kelola perusahaan yang baik dalam aspek bertindak profesional (bagi MAYA) dan pengelolaan risiko secara efektif (bagi MERK), menyebabkan distorsi pasar, melanggar hak dan kewajiban kontraktual, dan menunjukkan prinsip kehati-hatian (due care) yang tidak diterapkan secara memadai.
  4. Tindakan Bursa yang hanya mengenakan sanksi kepada MAYA menunjukkan tidak terpenuhinya konsep keadilan atributif. Selain itu, ketiadaan pemberian kompensasi atas kerugian pihak-pihak yang bersumber dari tindakan MAYA dan MERK seharusnya dapat dimanfaatkan oleh Otoritas untuk menerbitkan regulasi terkait pemberian kompensasi atas pelanggaran yang terjadi di pasar modal.      

Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.04/2015 tentang Keterbukaan atas Informasi atau Fakta Material oleh Emiten atau Perusahaan Publik.

Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor KEP-307/BEJ/07-2004 tentang Peraturan Nomor 1-H tentang Sanksi.

Bonn, Ingrid dan Josie Fisher. 2005. Corporate Governance and Business Ethics: Insight from the Strategic Planning Experience. Blackwell Publishing Ltd, USA.

Subramanyam, K. R. 2014. Financial Statement Analysis Eleventh Edition. McGraw-Hill Education.

Velasquez, M. G. 2014. Business Ethics: Concept and Cases Seventh Edition. Prentice Hall.

Bursa Efek Indonesia. 2018. Public Expose PT Bank Mayapada Internasional Tbk.

PT Bank Mayapada Internasional Tbk. 2018. Pemberitahuan Jadwal dan Tata Cara Pembayaran Dividen Interim Tahun Buku 2018.

PT Bank Mayapada Internasional Tbk. 2018. Pengumuman Ringkasan Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan.

PT Bank Mayapada Internasional Tbk. 2018. Keterbukaan Informasi Pembatalan Dividen Interim Tahun Buku 2018.

PT Bank Mayapada Internasional Tbk. 2018. Laporan Tahunan 2018.

PT Merck Tbk. 2018. Penyampaian Laporan Pelaksanaan Transaksi Material.

PT Merck Tbk. 2018. Laporan Informasi atau Fakta Material.

PT Merck Tbk. 2018. Pemberitahuan Jadwal dan Tata Cara Pembayaran Dividen Interim.

PT Merck Tbk. 2018. Revisi Jumlah dan Jadwal Pembayaran Dividen Interim.

PT Merck Tbk. 2018. Siaran Pers: PT Merc Tbk. Tegaskan Komitmennya di Indonesia, Paparkan Pembagian Dividen Interim.

PT Merck. Tbk. 2018. Laporan Tahunan 2018.

Yahoo Finance. 2018. Historical Data MAYA.

Yahoo Finance. 2018. Historical Data MERK.

Tagged in :

Avatar Riki Asp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *