Desain Organisasi pada Perusahaan yang Berkompetisi di dalam Industri Tunggal: Studi Kasus PT Sarimelati Kencana Tbk.

Avatar Riki Asp

Bertempat di Gedung Smesco, Jakarta, PT Sarimelati Kencana Tbk. (PZZA) selaku pewaralaba Pizza Hut di Indonesia melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada tanggal 19 November 2020. Dalam RUPSLB tersebut, perseroan menyetujui pengunduran diri Frederick Estrada Cadlaon dari jabatannya sebagai Direktur Keuangan sehingga susunan Direksi Perseroan terdiri dari Steven Christopher Lee selaku Direktur Utama, Jeo Sasanto selaku Direktur Operasional, dan Budi Setiawan selaku Direktur Pengembangan. RUPSLB juga menyetujui perubahan kegiatan usaha perseroan sebagai bentuk penyesuaian terhadap Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Tahun 2020 berupa penambahan bidang usaha baru yaitu perdagangan eceran melalui media website dan aplikasi. Selain itu, sebagai bagian dari strategi perseroan untuk merambah usaha di sektor restoran bergerak dengan menggunakan kendaraan bermotor roda empat (food truck), RUPSLB menyepakati penambahan bidang usaha baru yang dijalankan oleh perseroan yaitu restoran dan penyediaan makanan keliling lainnya.

Berdasarkan informasi tersebut, tulisan ini akan mengulas secara singkat mengenai desain organisasi PZZA dalam rangka mendukung strategi bisnis Perseroan. Terlepas dari keterbatasan terhadap akses informasi penting yang berkaitan dengan struktur, kebijakan, dan anggaran dasar perusahaan, pembahasan akan difokuskan pada analisis desain organisasi PZZA secara umum dan normatif didasarkan pada data dan informasi yang dapat diakses oleh publik dan teori-teori yang relevan. Mengingat kegiatan bisnis utama PZZA berada dalam lingkup perdagangan makanan dan minuman, maka dapat dikatakan bahwa PZZA termasuk ke dalam kategori perusahaan yang berkompetisi di dalam industri tunggal (single industry).

Proses pengimplementasian strategi bisnis pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konsep desain organisasi dalam rangka mencapai model bisnis yang diharapkan. Secara teoritis, desain organisasi menggambarkan tentang bagaimana perusahaan menciptakan, menggunakan, dan mengolaborasikan struktur, sistem pengendalian, dan budaya organisasi. Struktur organisasi berkaitan dengan bagaimana perusahaan menetapkan tugas dan wewenang masing-masing pegawai dan bagaimana tugas dan wewenang tersebut dilaksanakan dalam rangka menciptakan kompetensi khusus (distinctive competencies) sebagai basis penciptaan keunggulan bersaing (competitive advantage). Sistem pengendalian berfokus tentang mekanisme pemberian insentif bagi pegawai agar termotivasi bekerja secara efektif dan efisien dan perolehan umpan balik (feedback) terkait operasi bisnis agar tindakan korektif dapat segera diambil. Sementara itu, kultur organisasi merupakan nilai, norma, keyakinan, dan sikap yang terdapat di dalam organisasi yang menjadi dasar tindakan setiap anggota organisasi. Oleh karena itu, pembahasan mengenai desain organisasi PZZA akan berfokus tentang bagaimana PZZA mendesain dan mengimplementasikan struktur, sistem pengendalian, dan kultur organisasinya.

Desain organisasi yang efektif memungkinkan bisnis untuk memperoleh keunggulan kompetitif dan profitabilitas yang berkesinambungan setidaknya dalam dua cara. Pertama, desain organisasi yang efektif mampu mereduksi biaya birokrasi (bureaucratic costs) yang terutama timbul dari komunikasi dan koordinasi antarfungsi sehingga struktur biaya perusahaan menjadi lebih rendah. Kedua, desain organisasi yang efektif juga membantu meningkatkan kompetensi dan kapabilitas dalam setiap rantai nilai bisnis yang dapat mendorong penerapan strategi diferensiasi perusahaan.

Dalam konteks bahasan mengenai struktur organisasi, perusahaan dituntut untuk dapat mendesain struktur organisasi yang efektif dalam mendukung strategi bisnis perusahaan dan meminimalkan masalah-masalah yang mungkin timbul terkait komunikasi dan koordinasi. Untuk tujuan tersebut, perusahaan perlu untuk mengelompokkan tugas dan aktivitas perusahaan ke dalam fungsi yang sesuai yang menjadi dasar pembentukan unit bisnis atau divisi, menetapkan wewenang dan tanggung jawab untuk setiap level di dalam perusahaan, dan meningkatkan level koordinasi dan integrasi antarfungsi dan antardivisi.

Berdasarkan Laporan Tahunan Tahun 2020, susunan direksi di dalam struktur organisasi PZZA terdiri dari direktur utama yang membawahi direktur pengembangan dan direktur operasional. Jumlah direksi PZZA saat ini mengalami perampingan pasca-RUPSLB dengan kekosongan jabatan direktur keuangan. Di bawah direktur pengembangan dan direktur operasional, terdapat manajer umum manufaktur, manajer umum pendukung operasional, dan manajer umum sumber daya manusia. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa PZZA mengelompokkan tugas dan aktivitas utama perusahaan ke dalam dua fungsi utama yaitu fungsi pengembangan dan fungsi operasional. Fungsi pengembangan berkaitan dengan pengembangan produk dan layanan yang ditawarkan oleh PZZA. Sementara itu, fungsi operasional berhubungan dengan kegiatan operasi sehari-hari perusahaan. Implementasi kedua fungsi utama tersebut didukung oleh tiga divisi yang saling berkaitan yaitu divisi manufaktur, pendukung operasional, dan sumber daya manusia. Untuk pelaksanaan tugas dan aktivitas lainnya kemungkinan dilakukan oleh direktur utama PZZA untuk hal-hal yang bersifat strategis atau didesentralisasikan ke masing-masing fungsi atau divisi.

Apabila dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis, misalnya PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST) yang memegang lisensi KFC di Indonesia, struktur organisasi PZZA dapat dikatakan lebih ramping. FAST diketahui memiliki tujuh direksi yang membawahi enam divisi. Meskipun demikian, tidak dapat disimpulkan bahwa struktur organisasi yang diadopsi oleh PZZA lebih baik dibandingkan FAST atau sebaliknya mengingat desain struktur organisasi perusahaan sangat bergantung pada karakteristik dan strategi bisnis masing-masing perusahaan. Namun terdapat beberapa hal yang dapat diidentifikasi dan dianalisis terkait struktur organisasi yang diadopsi oleh PZZA.

Struktur organisasi PZZA yang ramping memberikan keunggulan berupa berkurangnya biaya birokrasi terkait komunikasi dan koordinasi mengingat hanya terdapat dua fungsi utama dan tiga divisi di dalam perusahaan. Perusahaan dapat bergerak dengan lebih cepat dan luwes dalam menjalankan strategi dan operasional perusahaan terutama di dalam industri makanan dan minuman yang berubah dengan cepat mengikuti pergeseran pola dan tren konsumsi pelanggan. Namun demikian, struktur organisasi yang ramping juga meningkatkan risiko terjadinya kelebihan beban kerja dan tanggung jawab masing-masing pegawai yang dapat menghambat tugas dan aktivitas utama mereka. Oleh karena itu diperlukan pengaturan wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk seluruh level perusahaan. Selain itu, struktur organisasi harus dibuat adaptif terhadap kemungkinan penambahan fungsi-fungsi baru misalnya fungsi teknologi dan informasi dan fungsi keuangan seiring penambahan bidang usaha perusahaan dan perkembangan ekonomi untuk menghindari terjadinya disinsentif dan demotivasi bagi seluruh pegawai.

Dalam kaitannya dengan sistem pengendalian, secara teoritis PZZA dapat mengadopsi salah satu atau bauran dari berbagai tipe sistem pengendalian yang terdiri dari pengendalian personal (personal control), pengendalian hasil (output control), dan pengendalian perilaku (behavior control). Pengendalian personal ditujukan untuk mengarahkan perilaku personal melalui interaksi dan pengawasan secara langsung. Pengendalian hasil membandingkan kinerja aktual dari masing-masing fungsi, divisi, dan pegawai terhadap target yang telah ditetapkan. Sementara itu, pengendalian perilaku dilakukan dengan menetapkan aturan dan prosedur yang terstandardisasi untuk mengarahkan perilaku masing-masing fungsi, divisi, dan pegawai sehingga hasil pekerjaan dapat diestimasi.

Memperhatikan perkembangan kondisi perekonomian saat ini yang mengalami kontraksi akibat pandemi COVID-19, terdapat kecenderungan untuk tidak semata-mata menggunakan sistem pengendalian hasil dalam menilai kinerja fungsi, divisi, dan pegawai. Dalam kaitannya dengan kinerja PZZA, pengendalian hasil dalam bentuk ukuran kinerja keuangan dapat mengaburkan kinerja aktual mengingat pandemi COVID-19 banyak memukul kinerja perusahaan di dalam industri makanan dan minuman termasuk PZZA yang harus menanggung kerugian sebesar Rp93 miliar di tahun 2020. Sebagai alternatif, PZZA dapat mengedepankan penggunaan sistem pengendalian personal dan pengendalian perilaku dalam mekanisme penilaian kinerja misalnya kepatuhan masing-masing fungsi, divisi, dan pegawai dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hasil dari penilaian kinerja dimaksud selanjutnya dapat dikaitkan dengan pemberian remunerasi atau penghargaan nontunai yang diadopsi oleh perusahaan seperti Employee Stock Allocation (ESA) atau Management and Employee Stock Program (MESOP) untuk menjaga semangat manajer dan pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

Terakhir, dari sisi budaya organisasi, PZZA diketahui telah memiliki nilai dan etos kerja yang menjadi dasar bagi perusahaan dalam menjalankan setiap aktivitas bisnis mereka. Nilai dan etos kerja dimaksud terdiri dari integritas, keunggulan, profitabilitas, dan pertumbuhan bisnis. Selain memastikan bahwa nilai dan etos kerja tersebut telah dipahami dan diinternalisasikan dengan baik di setiap lapisan organisasi, perusahaan juga harus mampu menciptakan budaya organisasi yang adaptif terutama dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi dan informasi yang sedemikian pesat dan mengubah lanskap persaingan di dalam industri makanan dan minuman.

Referensi:
Hill, Charles W.L. and Jones, Gareth R., Strategic Management: An Integrated Approach, 10th. Ed., 2013, South – Western, 5191 Natorp Boulevard, Mason OH USA.

Tagged in :

Avatar Riki Asp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *