Wajib Pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengurangan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak PBB (SKP PBB) yang tidak benar. Yang dimaksud dengan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar adalah apabila terdapat ketidakbenaran materi dalam penetapan besarnya PBB yang terutang pada SPPT atau SKP PBB.
Persyaratan Permohonan Pengurangan SPPT atau SKP PBB yang Tidak Benar
Permohonan pengurangan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar dapat diajukan apabila:
- SPPT atau SKP PBB tidak diajukan keberatan;
- SPPT atau SKP PBB diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
- SPPT atau SKP PBB tidak diajukan permohonan pengurangan PBB;
- SKP PBB tidak diajukan permintaan pengurangan denda administrasi PBB; atau
- SPPT atau SKP PBB tidak diajukan permohonan pembatalan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar.
Apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP PBB namun kemudian mencabut pengajuan keberatan, SPPT atau SKP PBB tersebut tidak dapat diajukan permohonan pengurangan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar.
Surat Permohonan Pengurangan SPPT atau SKP PBB yang Tidak Benar
Permohonan pengurangan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar dilakukan dengan menyampaikan surat permohonan yang dibuat sesuai format yang telah ditentukan dan disampaikan melalui Kepala KPP. Penyampaian surat permohonan dapat dilakukan secara langsung, dikirim melalui pos dengan bukti pengiriman surat secara tercatat, atau dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Surat permohonan pengurangan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT atau SKP PBB;
- permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
- mencantumkan besarnya pengurangan SPPT atau SKP PBB yang dimohonkan dengan disertai alasan;
- dilampiri fotokopi SPPT atau SKP PBB yang dimohonkan pengurangan; dan
- ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
Pengajuan Kedua atas Permohonan Pengurangan SPPT atau SKP PBB yang Tidak Benar
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar paling banyak 2 (dua) kali untuk SPPT atau SKP PBB yang sama. Untuk pengajuan permohonan yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat keputusan atas permohonan pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak. Permohonan kedua tetap diajukan terhadap besarnya ketetapan yang tercantum dalam SPPT atau SKP PBB yang telah diajukan dalam permohonan pengurangan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar yang pertama.
Atas surat permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak melakukan pengujian, penelitian, dan memberikan keputusan atas permohonan pengurangan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar.
Pengurangan SPPT atau SKP PBB yang Tidak Benar Secara Jabatan
Selain berdasarkan permohonan Wajib Pajak, pengurangan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar dapat dilakukan secara jabatan apabila terdapat ketidakbenaran materi dalam penetapan besarnya PBB yang terutang pada SPPT atau SKP PBB. Pengurangan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar secara jabatan dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi yang diketahui, diperoleh, atau dimiliki oleh DJP.
Proses pengurangan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar secara jabatan dilakukan dengan meneliti data dan/atau informasi yang dimiliki. Apabila diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak melalui:
- penyampaian surat permintaan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan; dan/atau
- peninjauan di lokasi objek pajak, tempat kedudukan Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu yang meliputi kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, dan/atau penghimpunan data, keterangan, dan/atau bukti, mengenai objek pajak
Hasil penelitian selanjutnya menjadi dasar untuk penerbitan surat keputusan pengurangan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar secara jabatan.
Referensi:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2017.
Tinggalkan Balasan