Surat Ketetapan Pajak PBB (SKP PBB) adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok PBB atau selisih pokok PBB, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah PBB yang terutang. Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut:
- apabila Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) sesuai jangka waktu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak;
- apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak yang terutang.
SKP PBB dapat diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat berakhirnya Tahun Pajak berdasarkan hasil Pemeriksaan PBB atau Penelitian PBB. Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan SKP PBB dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
SKP PBB diterbitkan berdasarkan nota penghitungan. Nota penghitungan dibuat sesuai laporan hasil Pemeriksaan atau laporan hasil Penelitian PBB.
Penerbitan SKP PBB Berdasarkan Hasil Pemeriksaan
SKP PBB diterbitkan dalam hal terdapat PBB yang seharusnya terutang berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap:
- Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang terindikasi diisi dengan tidak benar oleh Wajib Pajak berdasarkan Analisis Risiko;
- Kewajiban perpajakan Wajib Pajak karena tidak menyampaikan SPOP dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
- data, keterangan, dan/atau bukti yang dilakukan Penelitian PBB tetapi dihentikan dan diusulkan untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko; atau
- data baru yang belum dan/atau tidak terungkap dalam Pemeriksaan atau Penelitian PBB sebelumnya yang mengakibatkan penambahan jumlah PBB yang terutang.
Penerbitan SKP PBB Berdasarkan Hasil Penelitian PBB
SKP PBB diterbitkan dalam hal terdapat PBB yang seharusnya terutang berdasarkan hasil Penelitian PBB terhadap keterangan lain yang mencakup sebagian atau seluruh data, keterangan, dan/atau bukti, mengenai Objek Pajak dan/atau Wajib Pajak yang diperoleh dan/atau dimiliki DJP yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah PBB yang terutang berupa:
- data, keterangan, dan/atau bukti, terkait dengan Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPOP dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
- data, keterangan, dan/atau bukti, dalam Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;
- data, keterangan, dan/atau bukti lainnya.
Contoh Penerbitan SKP PBB
PT ABC yang bergerak di bidang pertambangan batu bara tidak menyampaikan SPOP untuk Tahun Pajak 2019 sesuai jangka waktu yang ditentukan. Surat Teguran telah diterbitkan, namun SPOP tetap tidak disampaikan sesuai jangka waktu di dalam Surat Teguran. Berdasarkan data, keterangan, dan/atau bukti yang dimiliki, dilakukan Penelitian PBB dengan hasil pokok PBB terutang adalah sebesar Rp1.000.000.000,00. Dengan demikian, jumlah PBB terutang di dalam SKP menjadi Rp1.250.000.000,00 (Rp1.000.000.000,00 + (25% x Rp1.000.000.000,00)).
Selanjutnya diasumsikan PT ABC menyampaikan SPOP untuk Tahun Pajak 2020 dan telah terbit Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dengan nilai PBB terutang sebesar Rp1.500.000.00,00. Berdasarkan analisis risiko, terdapat indikasi bahwa SPOP diisi dengan tidak benar sehingga dilakukan Pemeriksaan PBB. Hasil Pemeriksaan PBB menunjukkan bahwa PBB yang seharusnya terutang adalah sebesar Rp2.000.000.00,00. Dengan demikian, jumlah PBB yang masih harus dibayar dihitung sebagai berikut:
No. | Keterangan | Nilai (Rp) |
1. | PBB Terutang berdasarkan hasil Pemeriksaan | 2.000.000.000,00 |
2. | PBB Terutang berdasarkan SPPT | 1.500.000.000,00 |
3. | Jumlah PBB Kurang Bayar | 500.000.000,00 |
4. | Denda Administrasi (25%) | 125.000.000,00 |
5. | PBB yang masih harus dibayar | 625.000.000,00 |
Pelunasan PBB Terutang dalam SKP PBB
Jumlah PBB yang terutang dalam SKP PBB harus dilunasi paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP PBB oleh Wajib Pajak. Tanggal diterimanya SKP PBB oleh Wajib Pajak adalah;
- tanggal tanda terima, dalam hal SKP PBB disampaikan secara langsung; atau
- tanggal bukti pengiriman, dalam hal SKP PBB dikirim melalui pos atau jasa pengiriman lainnya.
Pembatalan SKP PBB
SKP PBB hasil pemeriksaan dapat dibatalkan secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak apabila pemeriksaan dimaksud dilakukan tanpa melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan/atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP). Apabila dilakukan pembatalan, proses Pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian SPHP dan/atau PAHP.
Sementara itu, SKP PBB hasil Penelitian PBB yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB atau pembahasan akhir hasil Penelitian PBB dapat dilakukan pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak. Apabila dilakukan pembatalan SKP, proses Penelitian PBB harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB dan/atau pembahasan akhir hasil Penelitian PBB.
Referensi:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2014
Tinggalkan Balasan