UU PPh mengatur bahwa amortisasi dilakukan atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya, termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang:
- mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun; dan
- dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Khusus pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan, pembebanannya dapat dilakukan pada tahun terjadinya pengeluaran atau melalui amortisasi.
Untuk pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pengeluaran tersebut dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi. Namun, biaya operasional yang bersifat rutin tidak dapat dikapitalisasi melainkan dibebankan sekaligus pada tahun perngeluaran.
Saat Dimulainya Amortisasi
Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Metode Amortisasi
Secara umum, UU PPh mengatur 2 (dua) metode amortisasi yang dapat digunakan, yaitu metode garis lurus (straight-line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Rincian kelompok harta, masa manfaat, dan tarif amortisasi untuk masing-masing metode adalah sebagi berikut.
Kelompok Harta Tak Berwujud | Masa Manfaat | Tarif Amortisasi (Metode Garis Lurus) | Tarif Amortisasi (Metode Saldo Menurun) |
Kelompok 1 | 4 tahun | 25% | 50% |
Kelompok 2 | 8 tahun | 12,5% | 25% |
Kelompok 3 | 16 tahun | 6,25% | 12,5% |
Kelompok 4 | 20 tahun | 5% | 10% |
Untuk harta tak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum dalam tabel tersebut, Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Sebagai contoh harta tak berwujud dengan masa manfaat sebenarnya selama 7 tahun diamortisasi dengan menggunakan masa manfaat selama 8 tahun.
Metode Amortisasi Untuk Industri Tertentu
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.
Sementara itu, amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh:
- hak penambangan selain migas;
- hak pengusahaan hutan; dan
- hak pengusahaan sumber daya alam serta hasil alam lainnya,
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dilakukan dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun.
Contoh Penghitungan Amortisasi
PT A mengeluarkan biaya sebesar Rp1 miliar pada tanggal 15 Januari 2020 untuk memperoleh lisensi penggunaan perangkat lunak khusus selama 5 tahun. Penghitungan amortisasi atas lisensi tersebut menurut ketentuan perpajakan dihitung sebagai berikut.
Metode Garis Lurus
Tahun | Tarif Amortisasi | Nilai Amortisasi (Rp) | Nilai Buku (Rp) |
1.000.000.000 | |||
2020 | 25% | 250.000.000 | 750.000.000 |
2021 | 25% | 250.000.000 | 500.000.000 |
2022 | 25% | 250.000.000 | 250.000.000 |
2023 | 25% | 250.000.000 | 0 |
Metode Saldo Menurun
Tahun | Tarif Amortisasi | Nilai Amortisasi (Rp) | Nilai Buku (Rp) |
1.000.000.000 | |||
2020 | 50% | 500.000.000 | 500.000.000 |
2021 | 50% | 250.000.000 | 250.000.000 |
2022 | 50% | 125.000.000 | 125.000.000 |
2023 | Diamortisasi sekaligus | 125.000.000 | 0 |
Metode Satuan Produksi
PT B mengeluarkan biaya sebesar Rp10 miliar untuk memperoleh konsesi penambangan batu bara yang diperkirakan mengandung potensi batu bara sejumlah 10 juta ton. Pada tahun 2021 produksi batu bara PT B adalah sebesar 2,5 juta ton atau sebesar 25% dari jumlah potensi batu bara yang tersedia. Dengan demikian, besarnya amortisasi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto PT B pada tahun 2021 adalah sebesar 20% dari pengeluaran atau sebesar Rp2 miliar (20% x Rp10 miliar).
Referensi:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.