Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Bagi Wajib Pajak Terdampak COVID-19

Avatar Riki Asp

Ketentuan di dalam UU PPh mengatur bahwa penghasilan yang diterima oleh Pegawai wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Pemberi Kerja. Namun dalam rangka pemberian insentif bagi Wajib Pajak yang terdampak COVID-19, pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah (PPh Pasal 21 DTP) atas penghasilan yang diterima pegawai dengan kriteria tertentu. Insentif PPh Pasal 21 DTP diberikan sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020. 

PPh Pasal 21 DTP harus dibayarkan secara tunai oleh Pemberi Kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada Pegawai, termasuk dalam hal Pemberi Kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung PPh Pasal 21 kepada Pegawai. PPh Pasal 21 DTP tidak berlaku dalam hal penghasilan yang diterima Pegawai berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan PPh Pasal 21 telah ditanggung Pemerintah berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. Selain itu, PPh Pasal 21 DTP yang diterima oleh Pegawai dari Pemberi Kerja tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak serta apabila Pegawai yang menerima insentif PPh Pasal 21 DTP menyampaikan SPT Tahunan orang pribadi Tahun Pajak 2020 dan menyatakan kelebihan pembayaran, kelebihan pembayaran yang berasal dari PPh Pasal 21 DTP tidak dapat dikembalikan. 

Kriteria Penerima Insentif PPh Pasal 21 DTP 

Pegawai dengan kriteria tertentu yang dapat memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP meliputi: 

1. menerima atau memperoleh penghasilan dari Pemberi Kerja yang: 

    a. memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang telah ditentukan; 

    b. telah ditetapkan sebagai perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE); atau 

 c. telah mendapatkan Izin Penyelenggara Kawasan Berikat, Izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB; 

2. memiliki NPWP; 

3. pada Masa Pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh Penghasilan Bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) 

Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) adalah sebagaimana Klasifikasi Lapangan Usaha yang tercantum dalam 

  1. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 yang telah dilaporkan Pemberi Kerja; atau 
  2. data yang terdapat dalam administrasi perpajakan (masterfile) Wajib Pajak pusat bagi Wajib Pajak yang belum atau tidak memiliki kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Tahun Pajak 2018, 

Pemberitahuan Memanfaatkan Insentif PPh Pasal 21 DTP 

Untuk dapat memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, Pemberi Kerja, baik Wajib Pajak Pusat maupun Wajib Pajak Cabang menyampaikan pemberitahuan memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP secara daring melalui laman www.pajak.go.id. Khusus pemberitahuan memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP untuk Masa Pajak April 2020, pemberitahuan dapat dilakukan paling lambat tanggal 20 Mei 2020. Selanjutnya sistem akan melakukan pengecekan apakah Pemberi Kerja berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP. Apabila Pemberi Kerja dinyatakan berhak, sistem akan menyampaikan notifikasi bahwa Pemberi Kerja telah berhasil menyampaikan pemberitahuan memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP dan Insentif PPh Pasal 21 DTP dapat dimanfaatkan sejak Masa Pajak pemberitahuan disampaikan sampai dengan Masa Pajak Desember 2020. Namun apabila Pemberi Kerja dinyatakan tidak berhak, maka sistem akan menerbitkan surat pemberitahuan bahwa Pemberi Kerja tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP. 

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 yang mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 dan berlaku sejak 16 Juli 2020, khusus Wajib Pajak Berstatus Pusat yang memenuhi kode KLU yang dipersyaratkan dan memiliki cabang, pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah baik untuk pusat maupun cabang dilakukan oleh Wajib Pajak Berstatus Pusat.

Bagi Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, pemberitahuan harus dilampiri dengan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai perusahaan yang mendapat fasilitas KITE. Sementara bagi Wajib Pajak yang telah mendapatkan Izin Penyelenggara Kawasan Berikat, Izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB, pemberitahuan harus dilampiri dengan Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB. Keputusan Menteri Keuangan tersebut merupakan Keputusan Menteri Keuangan yang ditetapkan sebelum dan setelah PMK-44/PMK.30/2020 berlaku. 

Bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP berdasarkan PMK-23/PMK.03/2020 dan/atau PMK-44/PMK.03/2020 tidak perlu lagi menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP berdasarkan ketentuan terbaru (PMK-86/PMK.03/2020) dan dalam hal pemberitahuan dimaksud telah disetujui, Wajib Pajak tetap dapat memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.

Dalam hal Pemberi Kerja mendapat surat pemberitahuan bahwa Pemberi Kerja tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP sehubungan dengan tidak terpenuhinya persyaratan bahwa Pemberi Kerja telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE, izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB, maka Pemberi Kerja dapat menyampaikan kembali pemberitahuan memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP secara daring melalui laman www.pajak.go.id sepanjang: 

  1. telah mendapatkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan perusahaan KITE, izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB; atau 
  2. telah memenuhi kode KLU yang ditentukan. 

Surat Setoran Pajak atau Cetakan Kode Billing 

Pemberi Kerja yang telah menyampaikan pemberitahuan memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP harus membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR …/PMK.03/2020” atas PPh Pasal 21 DTP. Dalam hal Pemberi Kerja telah menggunakan aplikasi e-SPT PPh Pasal 21 sebagai sarana penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT), maka proses pembuatan Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing diganti dengan perekaman kode NTPN (9999999999999999) secara elektronik pada aplikasi e-SPT dan jumlah Rupiah sebesar nilai PPh Pasal 21 DTP. 

Laporan Realisasi Pemanfaatan Insentif PPh Pasal 21 DTP 

Pemberi Kerja harus menyampaikan laporan realisasi PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan. Sebelum menyampaikan Laporan Realisasi Pemanfaatan Insentif PPh Pasal 21 DTP, Wajib Pajak terlebih dahulu mengunduh format dan jenis file laporan realisasi di laman www.pajak.go.id. File Laporan Realisasi tersebut diisi dengan lengkap dan benar serta dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang telah dibubuhi cap atau tulisan “PPh FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR …/PMK.03/2020” untuk selanjutnya diunggah oleh Wajib Pajak melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. 

Kelebihan Pemotongan PPh Pasal 21 

Dalam hal Pemberi Kerja memenuhi kriteria untuk memperoleh insentif PPh Pasal 21 DTP namun Pemberi Kerja telah melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diberikan kepada pegawai, maka Pemberi Kerja dapat melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21, dan atas kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 dapat: 

  1. dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya, dalam hal terdapat PPh Pasal 21 terutang yang tidak diberikan insentif DTP, paling sedikit sebesar kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 tersebut; atau 
  2. diajukan pemindahbukuan atas keseluruhan kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 dalam hal tidak terdapat PPh Pasal 21 terutang yang tidak diberikan insentif DTP, atau atas selisih kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 dalam hal PPh Pasal 21 terutang yang tidak diberikan insentif DTP lebih kecil dibandingkan dengan kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 yang mendapatkan insentif PPh Pasal 21 DTP; dan 

atas PPh Pasal 21 yang terlanjur dipotong oleh Pemberi Kerja, dibayarkan kepada Pegawai. 

Selain itu, dalam hal Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan Perusahaan KITE, izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB dicabut, insentif PPh Pasal 21 DTP berakhir sampai dengan Masa Pajak dilakukannya pencabutan 

Pengawasan Pemanfaatan Insentif PPh Pasal 21 DTP 

Dalam hal Pemberi Kerja telah memanfaatkan fasilitas insentif PPh Pasal 21 DTP kemudian diketahui berdasarkan data dan/atau informasi yang menunjukkan keadaan sebenarnya bahwa Pemberi Kerja tidak termasuk KLU yang ditentukan atau tidak berhak mendapatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, maka Pemberi Kerja harus melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 dan menyetorkan kembali PPh Pasal 21 terutang yang seharusnya dipotong. Apabila Pemberi Kerja tidak melakukan pembetulan sebagaimana mestinya, dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak untuk menagih kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 terutang. Namun demikian, Penerbitan Surat Tagihan Pajak tidak dilakukan jika Wajib Pajak selaku Pemberi Kerja telah memperhitungkan dan membayar kekurangan pemotongan PPh Pasal 21 yang seharusnya tidak mendapatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP dalam perhitungan PPh Pasal 21 terutang di Masa Pajak Desember. 

Penerbitan Surat Tagihan Pajak dilakukan dengan terlebih dahulu memastikan kebenaran KLU dalam SPT Tahunan PPh Tahun 2018 melalui pelaksanaan pemeriksaan tujuan lain dalam rangka pencocokan data dan/atau alat keterangan atau pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Hasil pemeriksaan dimaksud juga dapat digunakan sebagai dasar perubahan data KLU Wajib Pajak dalam Masterfile Wajib Pajak. 

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 DTP 

Bapak A (status K/1) adalah pegawai tetap di PT XYZ yang bergerak di bidang pertambangan batu bara. PT XYZ telah berhasil menyampaikan pemberiitahuan memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP pada tanggal 15 Mei 2020. Pada bulan Mei 2020, Bapak A memperoleh penghasilan berupa gaji dan tunjangan sebesar Rp10.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00. 

Penghasilan bruto Bapak A di Masa Pajak Mei 2020 yang bersifat tetap dan teratur adalah berupa gaji dan tunjangan yang bila disetahunkan jumlahnya sebesar Rp120.000.000,00 (12 x Rp10.000.000,00) dan di bawah batasan sebesar Rp200.000.000,00. Selain itu, Pemberi Kerja, PT XYZ juga telah menyampaikan pemberitahuan di bulan Mei 2020 sehingga PPh Pasal 21 DTP dapat dimanfaatkan di Masa Pajak Mei 2020. 

Penghitungan PPh Pasal 21 DTP adalah sebagai berikut: 

Gaji dan TunjanganRp10.000.000,00
Biaya Jabatan(Rp500.000,00)
Iuran Pensiun(Rp100.000,00)
Penghasilan Neto SebulanRp9.400.000,00
Penghasilan Neto Setahun (x 12)Rp112.800.000,00
PTKP (K/1)(Rp63.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak SetahunRp49.800.000,00
PPh Pasal 21 Terutang SetahunRp2.490.000,00
PPh Pasal 21 Terutang SebulanRp207.500,00
Ilustrasi Penghitungan PPh 21 DTP

Dengan demikian, penghasilan yang diterima oleh Bapak A di bulan Mei 2020 adalah sebagai berikut: 

Gaji dan TunjanganRp10.000.000,00
Iuran Pensiun(Rp100.000,00)
PPh Pasal 21 Sebulan(Rp207.500,00)
Penghasilan Setelah PajakRp9.692.500,00
PPh Pasal 21 DTPRp207.500,00
Jumlah yang DiterimaRp9.900.000,00
Ilustrasi Penghitungan PPh 21 DTP

Referensi: 

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya; 
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Perubahannya; 
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019; 
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Telah Dicabut dengan PMK Nomor 86/PMK.03/2020); 
  5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. 

Update:

PMK Nomor 86/PMK.03/2020 diubah dengan PMK Nomor 110/PMK.03/2020 namun tidak terdapat perubahan ketentuan terkait Insentif PPh Pasal 21 DTP. Wajib Pajak penerima insentif PPh Pasal 21 DTP tidak perlu menyampaikan kembali pemberitahuan dan/atau permohonan baru dan tetap dapat memanfaatkan insentif sampai dengan MAsa Pajak Desember 2020.

Update 2:

PMK Nomor 110/PMK.03/2020 telah dicabut dengan PMK Nomor 9/PMK.03/2021 yang berlaku sejak 2 Februari 2021. Silakan klik link berikut untuk mengetahui ketentuan terbaru atas insentif PPh Pasal 21 DTP bagi Wajib Pajak Terdampak Pandemi COVID-19 dan ketentuan peralihannya.

Avatar Riki Asp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *