Insentif PPh Pasal 22 Impor Bagi Wajib Pajak Terdampak COVID-19

Avatar Riki Asp

Undang-undang perpajakan mengatur bahwa kegiatan impor barang terutang PPh Pasal 22 Impor yang pemungutannya dilakukan oleh Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Salah satu insentif yang diberikan kepada Wajib Pajak yang terdampak pandemi COVID-19 adalah pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 Impor melalui mekanisme Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor (Surat Keterangan Bebas) dengan jangka waktu sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020. 

Kriteria Penerima Insentif PPh Pasal 22 Impor 

Pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 Impor diberikan kepada Wajib Pajak yang: 

  1. memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang telah ditentukan; 
  2. telah ditetapkan sebagai perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE); atau 
  3. telah mendapatkan Izin Penyelenggara Kawasan Berikat, Izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB, pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daeerah Pabean. 

Bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh pada tahun 2018, kode KLU yang digunakan yaitu kode KLU sebagaimana yang tercantum dan telah dilaporkan dalam SPT PPh Tahun Pajak 2018 baik: 

  1. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 status normal; atau 
  2. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 status pembetulan, yang disampaikan oleh Wajib Pajak baik sebelum maupun setelah tanggal berlakunya PMK-44/PMK.03/2020, 

Sedangkan bagi Wajib Pajak dan/atau Wajib Pajak yang baru terdaftar setelah tahun 2018 atau bagi Instansi Pemerintah kode KLU yang ditentukan yaitu kode KLU sebagaimana yang terdapat dalam administrasi perpajakan (Masterfile) Wajib Pajak. 

Dalam hal terdapat ketidaksesuaian kode KLU sehingga Wajib Pajak tidak termasuk dalam kode KLU yang ditentukan padahal KLU yang sebenarnya termasuk ke dalam KLU yang berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 22 Impor, karena beberapa sebab di antaranya: 

  1. tidak menuliskan kode KLU pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018; 
  2. belum melakukan pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018; atau 
  3. salah mencantumkan kode KLU pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018; 

Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan KLU tersebut melalui penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 baik berstatus normal atau pembetulan, sepanjang atas SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 belum dilakukan pemeriksaan. 

Dalam hal SPT Tahunan Tahun Pajak 2018 sudah atau sedang dilakukan pemeriksaan, kode KLU yang digunakan yaitu kode KLU sebagaimana yang tercantum dalam Masterfile Wajib Pajak, dengan ketentuan bahwa Wajib Pajak: 

  1. dapat melakukan perubahan kode KLU melalui penyampaian permohonan perubahan data sehingga sesuai dengan kode KLU yang sebenarnya; atau 
  2. tidak perlu melakukan perubahan kode KLU dalam hal kode KLU Wajib Pajak telah sesuai dengan KLU yang sebenarnya. 

Dalam hal Wajib Pajak mencantumkan kode KLU dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018, baik yang berstatus normal atau pembetulan, termasuk dalam kode KLU yang berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 22 Impor, namun kode KLU dalam SPT tersebut berbeda dengan kode KLU pada: 

  1. Surat Keterangan Terdaftar Wajib Pajak; atau 
  2. Masterfile Wajib Pajak; 

maka Wajib Pajak tersebut tetap berhak mendapatkan fasilitas insentif PPh Pasal 22 Impor. Atas perbedaan data tersebut ditindaklanjuti dengan perubahan data secara jabatan atas kode KLU dalam Masterfile Wajib Pajak. 

Pengajuan Surat Keterangan Bebas 

Untuk dapat memanfaatkan insentif PPh Pasal 22 Impor, Wajib Pajak mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas secara daring melalui laman www.pajak.go.id dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan dan dilampiri dengan: 

  1. Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai perusahaan yang mendapat fasilitas KITE bagi Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE; atau 
  2. Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB bagi Wajib Pajak yang telah mendapatkan Izin Penyelenggara Kawasan Berikat, Izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB, pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daeerah Pabean.

Atas permohonan Surat Keterangan Bebas yang diajukan oleh Wajib Pajak, sistem akan segera menerbitkan Surat Keterangan Bebas apabila Wajib Pajak memenuhi seluruh persyaratan atau Surat Penolakan apabila terdapat persyaratan yang tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak. Sebagai tambahan, DJBC dapat melakukan konfirmasi kebenaran Surat Keterangan Bebas yang diperoleh Wajib Pajak melalui sarana daring atau layanan yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). 

Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 yang mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 dan berlaku sejak 16 Juli 2020, Wajib Pajak tidak perlu menyampaikan kembali permohonan Surat Keterangan Bebas yang telah diajukan berdasarkan ketentuan terbaru (PMK-86/PMK.03/2020) dan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 Impor yang telah diterbitkan dapat digunakan oleh Wajib Pajak hingga 31 Desember 2020.

Dalam hal Wajib Pajak mendapat surat penolakan atas permohonan Surat Keterangan Bebas sehubungan dengan tidak terpenuhinya persyaratan bahwa Wajib Pajak telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE, izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB, maka Wajib Pajak dapat menyampaikan kembali permohonan Surat Keterangan Bebas secara daring melalui laman www.pajak.go.id sepanjang: 

  1. telah mendapatkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan perusahaan KITE, izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB; atau 
  2. telah memenuhi kode KLU yang ditentukan. 

Pencabutan Surat Keterangan Bebas 

Secara jabatan, DJP dapat melakukan pencabutan Surat Keterangan Bebas secara sistem melalui laman www.pajak.go.id dalam hal terdapat penetapan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pencabutan Perusahaan KITE, pencabutan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang diterbitkan oleh DJBC dan dikirimkan ke DJP. Atas pencabutan Surat Keterangan Bebas dimaksud, Wajib Pajak tidak berhak atas pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 Impor sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan mengenai pencabutan Perusahaan KITE, pencabutan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB. 

Laporan Realisasi Pemanfaatan Insentif PPh Pasal 22 Impor 

Wajib Pajak yang telah mendapatkan pembebasan PPh Pasal 22 Impor harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id setiap 3 (tiga) bulan, yaitu disampaikan paling lambat: 

  1. tanggal 20 Juli 2020, untuk Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Juni 2020; dan 
  2. untuk Masa Pajak Juli s.d. Desember 2020 setiap tanggal 20 bulan berikutnya. 

Pengawasan Pemanfaatan Insentif PPh Pasal 22 Impor 

Dalam hal Wajib Pajak telah memanfaatkan fasilitas pembebasan PPh Pasal 22 Impor kemudian berdasarkan data dan/atau informasi yang diperoleh diketahui bahwa Wajib Pajak tidak termasuk KLU yang ditentukan atau tidak berhak mendapatkan insentif PPh Pasal 22 Impor, maka Wajib Pajak harus melakukan pembayaran PPh Pasal 22 Impor. Apabila Wajib Pajak tidak melakukan pembetulan sebagaimana mestinya, dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak untuk menagih kekurangan pembayaran PPh Pasal 22 Impr. Namun demikian, Penerbitan Surat Tagihan Pajak tidak dilakukan jika Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2020. 

Penerbitan Surat Tagihan Pajak dilakukan dengan terlebih dahulu memastikan kebenaran KLU dalam SPT Tahunan PPh Tahun 2018 melalui pelaksanaan pemeriksaan tujuan lain dalam rangka pencocokan data dan/atau alat keterangan atau pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Hasil pemeriksaan dimaksud juga dapat digunakan sebagai dasar perubahan data KLU Wajib Pajak dalam Masterfile Wajib Pajak. 

Referensi: 

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya; 
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Perubahannya; 
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Telah Dicabut Berdasarkan PMK-86/PMK.03/2020); 
  5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Avatar Riki Asp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *