Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

Avatar Riki Asp

Secara sederhana, Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) merupakan suatu norma yang digunakan untuk menentukan penghasilan neto Wajib Pajak. Umumnya, penghasilan neto Wajib Pajak dihitung berdasarkan penghasilan yang merupakan objek pajak dikurangi biaya-biaya yang dapat dikurangkan. Namun, untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak yang belum mampu menyelenggarakan pembukuan, penghasilan netonya dihitung menggunakan NPPN dengan cara mengalikan persentase tertentu atas penghasilan bruto untuk bidang usaha dan lokasi usaha yang sesuai.

Sebagai contoh, Tuan A dan Tuan B sama-sama menjalankan usaha penjualan makanan. Tuan A menyelenggarakan pembukuan dengan rincian penghasilan bruto sebesar Rp100 juta dan biaya yang dapat dikurangkan menurut fiskal sebesar 70 juta. Dengan demikian, penghasilan neto Tuan A adalah sebesar Rp30 juta (Rp100 juta – Rp70 juta). Sementara itu, Tuan B belum mampu menyelenggarakan pembukuan dan hanya melakukan pencatatan. Sepanjang seluruh persyaratan telah terpenuhi, Tuan B dapat menggunakan NPPN untuk menghitung penghasilan neto usahanya. Apabila diasumsikan NPPN untuk usaha penjualan makanan di lokasi Tuan B adalah sebesar 40%, penghasilan neto Tuan B adalah sebesar Rp40 juta (40% x Rp100 juta).

Persyaratan Penggunaan NPPN

NPPN hanya dapat digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang:

  1. melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
  2. memiliki peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp4,8 miliar; dan
  3. memberitahukan penggunaan NPPN dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.

Apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN sesuai jangka waktu yang ditentukan, Wajib Pajak dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. Dengan demikian, penghasilan neto Wajib Pajak dihitung berdasarkan pembukuan yang diselenggarakannya.

Perlu dipahami bahwa meskipun Wajib Pajak telah memenuhi seluruh persyaratan tersebut dan dapat menggunakan NPPN untuk menghitung penghasilan netonya, mereka tetap diwajibkan untuk melakukan pencatatan.

Penggunaan NPPN untuk Tujuan Lain

Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, wajib melakukan pencatatan, atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi:

  1. tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pembukuan atau pencatatan; atau
  2. tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya pada waktu dilakukan pemeriksaan,

sehingga mengakibatkan peredaran bruto dan penghasilan neto yang sebenarnya tidak diketahui, maka peredaran bruto Wajib Pajak dimaksud dihitung dengan cara lain dan penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan NPPN.

Penggunaan NPPN bagi Wajib Pajak Tertentu

UU PPh juga memberikan pengaturan Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu, antara lain seperti perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi, perusahaan dagang asing, dan perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate, and transfer – BOT).

Penggunaan Norma Penghitungan Khusus dilakukan untuk menghindari kesukaran dalam menghitung penghasilan kena pajak Wajib Pajak tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis, atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang usaha tersebut. Norma Penghitungan Khusus tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Referensi:

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Tagged in :

Avatar Riki Asp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *