Ketentuan PPN Bagi Instansi Pemerintah

Avatar Riki Asp

Selain Pajak Penghasilan (PPh), Instansi Pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Sesuai ketentuan, kewajiban pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM bagi Instansi Pemerintah dilakukan atas belanja pemerintah dan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah.

Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM atas Belanja Pemerintah

Instansi Pemerintah ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Rekanan Pemerintah kepada Instansi Pemerintah. Jumlah PPN yang wajib dipungut adalah sebesar tarif PPN dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka jumlah PPnBM yang wajib dipungut adalah sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.

Sebagai contoh Satker ABC melaksanakan belanja pemerintah berupa pembelian Alat Tulis Kantor (ATK) dari PT XYZ yang merupakan PKP sebesar Rp100.000.000,00. Berdasarkan ketentuan, Satker ABC wajib memungut PPN dari transaksi penyerahan BKP tersebut sebesar Rp10.000.000,00 (10% x Rp100.000.000,00) sehingga tagihan yang dibayarkan kepada PT XYZ adalah sebesar Rp90.000.000,00. Selain itu, PT XYZ wajib membuat Faktur Pajak pada saat menyampaikan tagihan kepada Satker ABC berdasarkan dokumen penagihan untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.

Terdapat beberapa kondisi dimana PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Instansi Pemerintah, yaitu dalam hal:

  1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 tidak termasuk PPN atau PPN dan PPnBM, dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00;
  2. Pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja Instansi Pemerintah Pusat sesuai ketentuan;
  3. Pembayaran untuk pengadaan tanah;
  4. Pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
  5. Pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;
  6. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
  7. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.

Pemungutan PPN atas Penyerahan BKP dan/atau JKP Terkait Pendapatan Pemerintah

Dalam hal PKP Instansi Pemerintah melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, maka PKP Instansi Pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang. PPN yang terutang adalah sebesar tarif PPN dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.

Sebagai contoh Satker ABC yang telah dikukuhkan sebagai PKP Instansi Pemerintah melakukan penyerahan JKP berupa sewa bangunan (aula) kepada pihak ketiga sebesar Rp50.000.000,00 yang termasuk ke dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Atas transaksi tersebut, Satker ABC wajib memungut PPN sebesar Rp5.000.000,00 (10% x Rp50.000.000,00). Selain itu, Satker ABC juga berkewajiban untuk membuat Faktur Pajak atas transaksi tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.

Kewajiban pemungutan PPN tidak dilakukan atas jasa yang disediakan oleh Instansi Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, yaitu jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain. Yang termasuk ke dalam jasa ini antara lain pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, pembuatan Kartu Tanda Penduduk, pemberian Hak Paten, pemberian Merek, pemberian Hak Cipta, pembuatan Akte Kelahiran, pembuatan Akte Nikah, dan pemberian Visa.

PPN yang dipungut atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh PKP Instansi Pemerintah merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Instansi Pemerintah. Sebaliknya, PPN yang telah dibayar oleh PKP Instansi Pemerintah atas:

  1. Perolehan BKP dan/atau JKP;
  2. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean;
  3. Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean; dan/atau
  4. Impor BKP; 

merupakan Pajak Masukan bagi PKP Instansi Pemerintah.

Pajak Masukan dimaksud hanya dapat dikreditkan oleh PKP Instansi Pemerintah yang menjalankan pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD. Sementara bagi PKP Instansi Pemerintah yang menyediakan jasa dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan.

Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP Instansi Pemerintah selain melakukan penyerahan yang terutang PPN juga melakukan penyerahan yang tidak terutang PPN, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang PPN sepanjang bagian penyerahan yang terutang PPN dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan. Namun apabila tidak diketahui dengan pasti maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Jika dalam suatu Masa Pajak Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetor oleh PKP Instansi Pemerintah. Namun jika Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan dapat diajukan permohonan pengembalian sesuai ketentuan.

Sebagai contoh, Satker DEF yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU dan telah dikukuhkan sebagai PKP Instansi Pemerintah pada Masa Pajak Maret 2020 melakukan penyerahan JKP senilai Rp200.000.000,00 dan telah memungut PPN (Pajak Keluaran) sebesar Rp20.000.000,00 (10% x Rp200.000.000,00). Dalam melakukan penyerahan JKP tersebut, Satker ABC telah membayar PPN (Pajak Masukan) senilai Rp15.000.000,00 atas perolehan BKP dan JKP dari PKP Rekanan. Dengan demikian, untuk Masa Pajak Maret 2020 Satker DEF wajib menyetorkan PPN atas selisih Pajak Keluaran dan Pajak Masukan senilai Rp5.000.000,00 (Rp20.000.000,00 – Rp15.000.000,00).

Referensi:

  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Perubahannya; 
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah
Avatar Riki Asp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *