Dari sisi administratif PPN, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan Pemungut PPN. Dengan demikian, atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh rekanan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada BUMN, pemungutan PPN dilakukan oleh BUMN selaku Pemungut PPN.
BUMN Sebagai Pemungut PPN
BUMN didefinisikan sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, BUMN merupakan Pemungut PPN. BUMN yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah tanggal 1 April 2015 dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya juga termasuk ke dalam Pemungut PPN. Hanya saja jika BUMN yang direstrukturisasi tersebut tidak dimiliki lagi secara langsung oleh BUMN, maka perusahaan tersebut tidak lagi ditunjuk sebagai Pemungut PPN
Selain itu, Pemungut PPN mencakup pula perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham di atas 25% dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Apabila perusahaan tersebut tidak dimiliki lagi secara langsung oleh BUMN, perusahaan dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai Pemungut PPN.
Ketentuan Pemungutan PPN
Atas penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN oleh rekanan yang telah dikukuhkan sebagai PKP, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN (dan PPnBM jika ada) dilakukan oleh BUMN selaku Pemungut PPN. Ketentuan yang sama juga berlaku apabila penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada anak usaha BUMN sepanjang anak usaha BUMN tersebut memenuhi persyaratan sebagai Pemungut PPN.
Meskipun pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dilakukan oleh Pemungut PPN, rekanan selaku PKP tetap wajib membuat Faktur Pajak.
Apabila terjadi penyerahan BKP dan/atau JKP dari Pemungut PPN kepada Pemungut PPN lain (misalnya penyerahan dari BUMN ke BUMN lain), pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN (dan PPnBM jika ada) dilakukan oleh Pemungut PPN yang melakukan penyerahan.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN
Pemungut PPN wajib menyetorkan PPN (dan PPnBM jika ada) yang telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang dipersamakan, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan. SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dibuat oleh pemungut PPN atas nama rekanan dengan mencantumkan:
- NPWP, nama, dan alamat rekanan pada kolom Nomor Pokok Wajib Pajak, kolom nama, dan kolom alamat; dan
- kode dan nomor seri Faktur Pajak pada kolom uraian.
Pemungut PPN harus menyampaikan cetakan, salinan, atau fotokopi SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan tersebut kepada rekanan.
Pemungut PPN juga wajib melaporkan PPN (dan PPnBM jika ada) yang telah dipungut dan disetor dengan menggunakan SPT Masa PPN bagi pemungut PPN, paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan. SPT Masa PPN bagi pemungut PPN tersebut wajib dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan.
Pengecualian Pemungutan PPN
BUMN dan anak usahanya sebagai Pemungut PPN tidak melakukan pemungutan PPN dalam hal:
- pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10 juta termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp10 juta;
- pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
- pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
- pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;
- pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
- pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM
Dalam kondisi tersebut, PPN (dan PPnBM jika ada) dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan.
Ketentuan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas penyerahan kepada BUMN dan anak usahanya selaku Pemungut PPN ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2021.
Referensi:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2021