Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima atau pada saat impor BKP. Saat terutangnya pajak untuk transaksi yang dilakukan melalui e-commerce juga tunduk pada ketentuan ini.
Saat Terutangnya PPN
Saat terutangnya PPN adalah pada saat:
- penyerahan BKP;
- impor BKP;
- penyerahan JKP;
- pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
- pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
- ekspor BKP Berwujud;
- ekspor BKP Tidak Berwujud; atau
- ekspor JKP.
Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.
Direktur Jenderal Pajak juga diberikan kewenangan untuk dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan.
Tempat Terutang PPN
Tempat Terutang untuk Penyerahan atau Ekspor BKP dan JKP
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP atau JKP, terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan. Dalam hal-hal tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang.
PKP orang pribadi terutang pajak di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha sedangkan bagi PKP badan terutang pajak di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha.
Apabila PKP mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat kedudukannya, setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya pajak, dan ia wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Namun jika terdapat lebih dari satu tempat pajak terutang yang berada di wilayah kerja 1 (satu) KPP, untuk seluruh tempat terutang tersebut, PKP memilih salah satu tempat kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang yang bertanggung jawab untuk seluruh tempat kegiatan usahanya, kecuali apabila ia menghendaki lebih dari 1 (satu) tempat pajak terutang wajib baginya untuk memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Contoh tempat terutang PKP orang pribadi
Tuan A bertempat tinggal di kota X dan memiliki tempat usaha di kota Y. Apabila Tuan A:
- melakukan penyerahan BKP atau JKP hanya di tempat usahanya (kota Y), Tuan A wajib melaporkan usahanya di KPP Y untuk dikukuhkan sebagai PKP;
- melakukan penyerahan BKP atau JKP hanya di tempat tinggalnya (kota X), Tuan A wajib melaporkan usahanya di KPP X untuk dikukuhkan sebagai PKP;
- melakukan penyerahan BKP atau JKP di tempat tinggal (kota X) dan tempat usahanya (kota Y), Tuan A wajib melaporkan usahanya baik di KPP X maupun di KPP Y untuk dikukuhkan sebagai PKP; dan
- mendirikan usaha baru yang juga berada di kota Y, tuan A dapat memilih salah satu lokasi usahanya di kota Y sebagai tempat pajak terutang atau menghendaki kedua tempat usaha tersebut sebagai tempat pajak terutang dengan melakukan pemberitahuan ke KPP Y.
Contoh tempat terutang PKP badan:
PT A bertempat kedudukan di kota X dan tempat kegiatan usaha di dua lokasi yang berada di kota Y. Dalam hal ini:
- baik tempat kedudukan (kota X) maupun tempat usaha (kota Y) merupakan tempat pajak terutang; dan
- untuk dua lokasi usaha di kota Y, PT A dapat memilih salah satu lokasi usaha sebagai tempat pajak terutang atau menghendaki kedua tempat usaha tersebut sebagai tempat pajak terutang dengan melakukan pemberitahuan ke KPP Y.
Pemusatan PPN
Apabila PKP terutang pajak pada lebih dari 1 (satu) tempat kegiatan usaha, PKP tersebut dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat terutangnya pajak.
Tempat Terutang untuk Impor BKP
Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat BKP dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Tempat Terutang untuk Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP
Orang pribadi atau badan, baik sebagai PKP maupun bukan PKP yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha orang pribadi atau di tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha badan tersebut.
Referensi:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Tinggalkan Balasan