UU PPh menyebutkan bahwa pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi. Penyusutan dilakukan untuk harta berwujud, sementara amortisasi digunakan untuk harta tak berwujud.
Harta berupa tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai tidak dapat disusutkan kecuali apabila tanah tersebut digunakan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, seperti tanah yang digunakan oleh perusahaan genteng, keramik, atau batu bata. Selain itu, biaya perpanjangan hak atas tanah diamortisasikan selama jangka waktu hak tersebut.
Metode Penyusutan
UU PPh mengatur 2 (dua) metode penyusutan yang dapat digunakan, yaitu metode garis lurus (straight-line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Penggunaan metode penyusutan harus dilakukan secara taat asas.
Metode Garis Lurus
Metode garis lurus adalah metode penyusutan:
- atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang:
- dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; dan
- mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;
- yang dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan.
Metode Saldo Menurun
Metode saldo menurun adalah metode penyusutan:
- atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah dan bangunan yang:
- dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; dan
- mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;
- yang dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara:
- menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku; dan
- pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Saat Dimulainya Penyusutan
Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Namun, dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
Kelompok Harta, Masa Manfaat, dan Tarif Penyusutan
Dalam menghitung penyusutan, harta berwujud dikelompokkan dalam kelompok harta dan disusutkan berdasarkan masa manfaat dan tarif penyusutan sebagai berikut.
Kelompok Harta Berwujud | Masa Manfaat | Tarif Penyusutan (Metode Garis Lurus) | Tarif Penyusutan (Metode Saldo Menurun) |
1. Bukan Bangunan | |||
Kelompok 1 | 4 tahun | 25% | 50% |
Kelompok 2 | 8 tahun | 12,5% | 25% |
Kelompok 3 | 16 tahun | 6,25% | 12,5% |
Kelompok 4 | 20 tahun | 5% | 10% |
2. Bangunan | |||
Bangunan Permanen | 20 tahun | 5% | N/A |
Bangunan Tidak Permanen | 10 tahun | 10% | N/A |
Contoh Penghitungan Penyusutan
PT A memiliki membeli aset berwujud pada bulan Januari 2020 senilai Rp1 miliar. Sesuai ketentuan, aset berwujud tersebut termasuk ke dalam kelompok 4 untuk tujuan penyusutan. Penghitungan penyusutan menurut fiskal dilakukan sebagai berikut.
Metode Garis Lurus
Tahun | Tarif Penyusutan | Nilai Penyusutan (Rp) | Nilai Buku (Rp) |
1.000.000.000 | |||
2020 | 25% | 250.000.000 | 750.000.000 |
2021 | 25% | 250.000.000 | 500.000.000 |
2022 | 25% | 250.000.000 | 250.000.000 |
2023 | 25% | 250.000.000 | 0 |
Metode Saldo Menurun
Tahun | Tarif Penyusutan | Nilai Penyusutan (Rp) | Nilai Buku (Rp) |
1.000.000.000 | |||
2020 | 50% | 500.000.000 | 500.000.000 |
2021 | 50% | 250.000.000 | 250.000.000 |
2022 | 50% | 125.000.000 | 125.000.000 |
2023 | Disusutkan sekaligus | 125.000.000 | 0 |
Referensi:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.