, ,

Kebijakan Perpajakan Sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020

Avatar Riki Asp

Mempertimbangkan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang berimplikasi antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Acaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Perppu 1/2020) sebagai salah satu upaya untuk menekan penyebaran COVID-19 dan mempertahankan perekonomian nasional. Tulisan ini membahas tentang kebijakan perpajakan sebagai salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah di dalam Perppu 1/2020. 

Penyesuaian Tarif Pajak Penghasilan (PPh) 

Penyesuaian berupa penurunan tarif PPh bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap menjadi: 

  1. sebesar 22% (dua puluh dua persen) yang berlaku pada Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 2021; dan 
  2. sebesar 20% (dua puluh persen) yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022. 

Khusus bagi Wajib Pajak dalam negeri: 

  1. berbentuk Perseroan Terbuka; 
  2. dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40% (empat puluh persen); dan 
  3. memenuhi persyaratan tertentu, 

dapat memperoleh tarif sebesar 3% (tiga persen) lebih rendah dari tarif yang telah diturunkan tersebut. 

Perlakuan Perpajakan dalam Kegiatan Perdagangan Melalui Sistem elektronik (PMSE) 

PMSE merupakan perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Perlakuan perpajakan dalam kegiatan PMSE sesuai Perppu 1/2020 berupa: 

  1. pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui PMSE; dan 
  2. pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan PMSE yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan. 

PPN yang dikenakan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri, dan/atau PPMSE dalam negeri, yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pedagang luar negeri atau penyedia jasa luar negeri didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan pembeli barang atau penerima jasa di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik. Sementara PPMSE merupakan pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan. 

Pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau PPMSE luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan dapat diperlakukan sebagai bentuk usaha tetap dan dikenakan Pajak Penghasilan. Kriteria kehadiran ekonomi signifikan berupa: 

  1. peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu; 
  2. penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau 
  3. pengguna aktif media digital di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu. 

Dalam hal penetapan sebagai bentuk usaha tetap tidak dapat dilakukan karena penerapan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak (P3B), pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau PPMSE luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan, dikenakan pajak transaksi elektronik. Pajak transaksi elektronik ini dikenakan atas transaksi penjualan barang dan/atau jasa dari luar Indonesia melalui PMSE kepada pembeli atau pengguna di Indonesia yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri, baik secara langsung maupun melalui PPMSE luar negeri. Baik PPh maupun pajak transaksi elektronik dibayar dan dilaporkan oleh pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau PPMSE luar negeri. 

Pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau PPMSE luar negeri dapat menunjuk perwakilan yang berkedudukan di Indonesia untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN yang terutang dan/atau untuk memenuhi kewajiban PPh atau pajak transaksi elektronik. Yang dimaksud dengan “perwakilan” adalah pihak yang ditunjuk oleh pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau PPMSE luar negeri, yang antara lain dapat berupa badan di Indonesia. 

Dalam hal pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, PPMSE luar negeri, dan/atau PPMSE dalam negeri tidak memenuhi ketentuan terkait pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan/atau PPh atau pajak transaksi elektronik selain dikenai sanksi administratif juga dikenai sanksi berupa pemutusan akses setelah diberi teguran. Pemutusan akses dilakukan dalam hal ketentuan dimaksud tidak dipenuhi sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam teguran. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika berwenang untuk melakukan pemutusan akses berdasarkan permintaan Menteri Keuangan. 

Perpanjangan Pelaksanaan Hak dan/atau Pemenuhan Kewajiban Perpajakan 

Untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan akibat adanya pandemi COVID-19, pemerintah memberikan perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan ketentuan sebagai berikut: 

  1. atas pengajuan keberatan Wajib Pajak yang jatuh tempo pengajuan keberatan berakhir dalam periode keadaan kahar akibat pandemi COVID-19, jatuh tempo pengajuan keberatan tersebut diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan; 
  2. atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang jatuh tempo pengembalian berakhir dalam periode keadaan kahar akibat pandemi COVID-19, jatuh tempo pengembalian tersebut diperpanjang paling lama 1 (satu) bulan; 
  3. atas pelaksanaan hak Wajib Pajak, yang meliputi: 
  • permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak; 
  • pengajuan surat keberatan; 
  • permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, pembatalan hasil pemeriksaan; 

yang jatuh tempo penerbitan surat ketetapan atau surat keputusan berakhir dalam periode keadaan kahar akibat pandemi COVID-19, jatuh tempo penerbitan surat ketetapan atau surat keputusan tersebut diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan. 

Penetapan periode waktu keadaan kahar akibat pandemi COVID-19 dimaksud mengacu kepada penetapan Pemerintah melalui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 

Fasilitas Kepabeanan Berupa Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk 

Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk memberikan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan atau keringanan bea masuk dalam rangka: 

  1. penanganan pandemic COVID-19; dan/atau 
  2. menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. 

Referensi: 

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Perubahannya;
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Perubahannya;
  4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahyakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Update: Perppu Nomor 1 Tahun 2020 telah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Avatar Riki Asp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *